REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Astronaut telah yang mengeksplorasi Mars mengonfirmasi bahwa planet tersebut pernah memiliki air cair. Namun demikian, pertanyaan apakah pernah ada kehidupan di Mars masih tetap menjadi misteri.
Menggunakan robot penjelajah milik NASA yang dinamakan Curiosity Rover, astronaut mengeksplorasi Gale Crater, kawah di Mars yang berdiameter 150 kilometer. Di sana para ilmuwan berhasil menemukan bukti keberadaan danau yang telah berusia sangat tua.
Pernah adanya air cair di sana diketahui dari petunjuk berupa dasar sungai yang kering, garis pantai kuno, dan kimia permukaan asin. Ditemukan juga lapisan sedimen setebal 304 meter yang diendapkan sebagai lumpur di danau kuno itu.
Ilmuwan mengatakan, sebagaimana ditulis PSHY, Selasa (19/5), untuk membentuk sedimen sebanyak itu dibutuhkan air dalam jumlah besar yang mengalir ke danau-danau itu selama jutaan hingga puluhan juta tahun.
Di kawah itu juga ditemukan beberapa fitur geologis yang mengisyaratkan masa lalu yang mencakup kondisi dingin dan es.
Mereka juga berhasil menggali unsur-unsur senyawa organik di kawasan itu. Temuan senyawa organik dan air cair itu memberikan harapan kepada para peneliti bahwa mereka bisa menemukan tanda-tanda kehidupan di Mars pada masa lalu ataupun saat ini.
Meski ditemukannya bukti menggiurkan itu, pemahaman para ilmuwan tentang sejarah Mars masih dinamis. Beberapa pertanyaan terbuka pun masih perlu dijawab dan diperdebatkan. Setidaknya ada dua pertanyaan utama.
Pertama, apakah atmosfer Mars purba cukup tebal untuk menghangatkan planet dan sekaligus menjaga kebasahannya? Kedua, apakah temuan senyawa organik itu pertanda kehidupan?
Untuk menjawab pertanyaan pertama, laporan Nature Astronomy tentang percobaan di laboratorium kimia di dalam perut Curiosity, yang disebut Sample Analysis at Mars (SAM), mungkin bakal membantu. Temuan mereka bisa memberikan sejumlah gagasan atau kemungkinan-kemungkinan.
Dalam laporan itu dikatakan, tim SAM menemukan bahwa mineral tertentu ada berbatuan di Gale Crater. Mineral-mineral ini mungkin terbentuk selama tahap dingin yang terjadi antara dua periode yang hangat. Atau bisa juga terbentuknya ketika Mars kehilangan sebagian besar atmosfernya dan mulai berubah menjadi dingin secara permanen.
"Di beberapa titik, lingkungan permukaan Mars pasti telah mengalami transisi dari menjadi hangat dan lembab menjadi dingin dan kering, seperti sekarang, tetapi kapan dan bagaimana itu terjadi masih merupakan misteri," kata Heather Franz, ahli geokimia NASA yang berbasis di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA di Greenbelt, Maryland.
Franz, yang memimpin studi SAM, mencatat bahwa faktor-faktor seperti perubahan arah miring Mars dan jumlah aktivitas gunung berapi bisa menyebabkan iklim planet itu berganti antara hangat dan dingin dari waktu ke waktu. Gagasan ini didukung oleh perubahan kimia dan mineralogi pada batuan Mars yang menunjukkan bahwa beberapa lapisan terbentuk di lingkungan yang lebih dingin dan lainnya terbentuk di lapisan yang lebih hangat.