REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para ilmuwan menemukan bukti bahwa Bumi ditutupi oleh lautan global yang membuat planet ini menjadi ‘dunia air’ lebih dari tiga miliar tahun lalu . Tanda-tanda kimiawi terlihat di bagian kerak samudra kuno yang menunjuk ke sebuah planet yang dulunya tanpa benua.
Boswell Wing dari University of Colorado, Boulder dan mantan mahasiswa pasca doktoralnya, Benjamin Johnson yang saat ini di Lowa State University, meluncurkan proyek yang membuka jalan perdebatan mengenai seperti apa Bumi purba itu. Pekerjaan mereka berpusat pada situs geologi yang disebut distrik Panormana di pedalaman Australia barat laut.
Lokasi tersebut merupakan tempat lempengan dasar laut berusia 3,2 miliar tahun yang telah berputar di sisinya. Terkunci di dalam kerak kuno adalah petunjuk kimia tentang air laut yang menutupi Bumi pada saat itu.
Para ilmuwan fokus pada berbagai jenis oksigen yang dibawa air ke kerak bumi. Secara khusus, mereka menganalisis jumlah relatif dari dua isotop, oksigen-16 dan oksigen-18 yang lebih berat. Mereka menemukan air laut mengandung lebih banyak oksigen-18, ketika kerak terbentuk 3,2 miliar tahun yang lalu.
Penjelasan yang paling mungkin, mereka percaya Bumi tidak memiliki benua pada saat itu. Karena ketika terbentuk, tanah liat yang dikandungnya menyerap isotop oksigen barat lautan.
“Tanpa benua di atas lautan, nilai oksigen akan berbeda dari hari ini, yang persis seperti yang kami temukan. Itu berbeda dengan cara yang paling mudah dijelaskan,” ujar Johnson, seperti yang dilansir dari The Guardian, Selasa (3/3).
Temuan itu tidak berarti Bumi sepernuhnya tidak memiliki tanah pada saat itu. Para ilmuwan mencurigai bahwa benua-benua kecil kecil mungkin muncul dari lautan. Tetapi mereka tidak berpikir planet ini memiliki benua yang kaya akan tanah seperti yang mendominasi Bumi saat ini.
Penjelasan lain dimungkinkan, yakni tanda-tanda kimia yang sama dapat muncul jika benua yang terbentuk jauh lebih lambat di masa lalu daripada di darat. Bagaimana pun itu tetap menjadi misteri ketika benua pertama kalinya terbentuk. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Nature Geoscience.