REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyamaratakan jaringan ke seluruh daerah di Indonesia, membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan tidak bisa dilakukan secara instan. Salah satu yang dapat sedikit mempercepat penyebaran jaringan khususnya jaringan yang baru di-upgrade yakni jaringan 5G, jika telah masuk ke Indonesia, perlu adanya kerja sama dan diskusi.
Managing Director Service Provider ASEAN Cisco, Dharmesh Malhotra, menjelaskan industri mulai dari operator telekomunikasi hingga pemerintah, harus bekerja sama dan berdiskusi satu sama lain untuk mencapai komitmen 5G. Dari situ baru mungkin kemudian pemerintah bisa membebaskan masyarakat menggunakan 5G.
“Perlu ada waktu transisi sampai implementasi secara keseluruhan, dan di negara lain sudah berjalan seperti Singapura dan Filipina. Untuk Singapura akhir tahun ini sudah mulai menyosialisasikan transisi 5G,” ungkap Dharmes dalam acara media briefing Studi Cisco Tentang Layanan 5G di Mandarin Oriental, Jakarta Pusat, Senin (7/10).
Jika ditargetkan 5G akan masuk Indonesia pada 2023, maka diskusi harus sudah dimulai sejak sekarang khususnya diskusi mengenai pengadaan infrastrukturnya. Pemerintah harus menyediakan berbagai sumber daya yang dibutuhkan dan dengan harga yang terjangkau.
Pemerintah sendiri sebenarnya memang sudah melakukan segala hal, salah satunya Palapa. Dari operator juga sudah melakukan yang dibutuhkan, salah satunya towersharing sehingga ekosistem kerja sama antara operator sudah terbentuk.
“Untuk 5G salah satu syarat yang harus dibutuhkan adalah keamanan, karena ketika itu diselenggarakan kemungkinan penggunaan digital semakin tinggi, maka keamanan harus dijamin dengan baik. Ekosistem devices akan bisa dorong penurunan harga dan bisa terjangkau,” papar Dharmesh.
Menurut sebuah studi terbaru dari pemimpin teknologi global Cisco, peluncuran layanan 5G dapat meningkatkan pendapatan tahunan operator telekomunikasi Indonesia sebanyak 1,83 milliar dolar AS pada 2025.
Studi yang dilakukan oleh perusahaan konsultan manajemen AT Kearney ini menekankan, teknologi 5G memiliki berbagai kelebihan dibanding 4G, antara lain kecepatan hingga 50 kali lebih cepat, 10 kali lebih responsif, dan daya konektivitas yang jauh lebih rendah. Berbagai hal ini tersedia berkat kombinasi dari tiga fitur yakni high throughput, latensi yang sangat rendah, dan konektivitas daya yang juga rendah.
Peningkatan kecepatan, latensi rendah, dan konektivitas, akan membantu operator telekomunikasi dalam menyelenggarakan koneksi Internet super cepat untuk streaming video berkualitas high-definition (HD), cloud gaming, serta konten interaktif berbasis augmented reality dan virtual reality (AR/VR) bagi pelanggannya.
Komersialisasi dari berbagai bentuk pemanfaatan teknologi 5G juga bisa dipercepat, seperti misalnya penyelenggaraan smart cities, Industri 4.0, penyebaran Internet of Things (IoT), dan lainnya. Dengan begitu, operator telekomunikasi bisa meningkatkan pendapatannya baik dari konsumen maupun klien perusahaan.
Studi yang berjudul "5G in ASEAN: Reigniting Growth in Enterprise and Consumer Markets" ini menemukan pertumbuhan adopsi teknologi 5G, diperkirakan akan berasal dari high-value customers dan high-value devices. Seiring dengan semakin terjangkaunya harga perangkat, jumlah langganan juga akan meningkat.
Sehingga, pada 2025 nanti penetrasi 5G diperkirakan bisa mencapai 25 hingga 40 persen di sejumlah negara di kawasan ASEAN, dengan penetrasi di Indonesia diperkirakan hingga 27 persen. Total jumlah langganan layanan 5G di ASEAN akan mencapai lebih dari 200 juta pada tahun 2025. Jumlah langganan tertinggi akan berasal dari Indonesia dengan lebih dari 100 juta langganan.