Senin 06 Aug 2018 22:33 WIB

Ketika Galaksi Bima Sakti Membentang di Atas Kepala

Tanggal 6 Agustus diperingati sebagai hari antariksa.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Dwi Murdaningsih
Masyarakat antere melihat planet mars dan bulan yang sedang dalam posisi terdekat dengan bumi melalui teropong pada acara Dark Sky Night atau Malam Langit Gelap yang bertepatan dengan Peringatan Hari Antariksa Nasional, di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (6/8).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Masyarakat antere melihat planet mars dan bulan yang sedang dalam posisi terdekat dengan bumi melalui teropong pada acara Dark Sky Night atau Malam Langit Gelap yang bertepatan dengan Peringatan Hari Antariksa Nasional, di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Publik pekan lalu telah menikmati Gerhana Bulan Total terpanjang di abad ini. Kini, publik bisa menyaksikan fenomena antariksa lagi.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin mengatakan Senin (6/8) galaksi Bimasakti yang membentang di atas kepala, empat planet yang berjajar dari Barat ke Timur (Venus, Jupiter, Saturnus, dan Mars).

Beberapa rasi bintang terkenal (Scorpio - Kalajengking, Cygnus - Angsa, dan Crux - Salib Selatan), Segi Tiga Musim Panas (Vega - Altair - Deneb), serta beberapa hujan meteor juga bisa tampak.

"Mari kita semarakan Malam Langit Gelap pada Hari Keantariksaan 6 Agustus. Cukup matikan lampu luar secara bersama-sama pk 20.00-21.00 waktu setempat dan nikmati langit malam minim polusi cahaya," ucap dia.

photo
Hasil pengukuran kecerlangan langit.

Lapan mengajak masyarakat untuk ikut dalam aksi 'Malam Langit Gelap'. Malam Langit Gelap merupakan agenda tahunan yang diperingati setiap tanggal 6 Agustus, untuk memperingati hari lahirnya UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan.

Kampanye ini diharapkan dapat mendorong masyarakat membatasi penggunaan lampu luar dan kesadaran adanya polusi cahaya. Dengan Malam Langit Gelap, diharapkan masyarakat merasakan perbedaan kondisi tanpa polusi cahaya dan kondisi saat malam penuh polusi cahaya. Selain disuguhi pemandangan indah, aksi ini sekaligus menjadi gerakan nasional untuk berhemat energi.

Terkait dengan masalah polusi cahaya ini, Pusat Sains Antariksa telah melakukan pengukuran kecerlangan langit malam menggunakan peralatan yang diberi nama Sky Quality Meter. Peralatan ini dipakai untuk mengukur tingkat kecerlangan langit pada suatu malam tertentu untuk mengetahui tingkat polusi cahaya di tempat tersebut dan selanjutnya informasi yang didapat bisa dipakai sebagai bahan untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam mengatasi masalah polusi cahaya tersebut.

Peneliti Pusat Sains Antariksa, Agustinus Gunawan Admiranto mengatakan dalam melakukan pengukuran polusi ini, Pusat Sains Antariksa menempatkan beberapa alat Sky Quality Meter di balai-balai milik Lapan. Yaitu BPAA Agam, BPAA Sumedang, BUTPAA Garut, BPAA Pontianak, BPAA Pasuruan, BPJ Pare-pare, dan BKSPAA Biak. Pengukuran, dilakukan sejak bulan April sampai Juli di mana setiap malam setelah Matahari terbenam peralatan ini beroperasi.

"Data yang diperoleh dari pengamatan ini kemudian dikumpulkan ke sebuah basis data yang terdapat di Pusat Sains Antariksa dan selanjutnya diolah oleh tim yang bertugas untuk itu,” katanya.

Gunawan mengatakan, dari kedelapan tempat pengamatan di atas tampak bahwa langit di atas Garut dan Sumedang adalah tempat yang masih cukup gelap sehingga obyek-obyek langit bisa teramati dengan baik. Sebaliknya, di tempat-tempat lain terutama yang terletak di sekitar perkotaan polusi cahaya sudah agak parah sehingga obyek-obyek langit yang lemah sulit untuk diamati.

“Daerah-daerah perkotaan hanya bisa melihat obyek-obyek yang terang saja seperti planet Jupiter, Saturnus, Mars, dan Bulan. Obyek-obyek lain seperti Milky Way, gugus-gugus bintang, atau bintang-bintang yang lebih lemah cahayanya sudah sulit sekali teramati,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement