Jumat 06 Jul 2018 09:00 WIB

Peneliti Kembangkan Ponsel Pendeteksi Makanan Kedaluwarsa

Gas dilengkapi dengan sensor gas amina biogenik.

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Makanan basi. ilustrasi
Foto: gannet.cdn.com
Makanan basi. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Teknik Mesin, University of Texas di Austin, Guihua Yu dan rekan-rekannya sedang mengembangkan sebuah tag elektronik portabel, murah, dan mudah digunakan untuk mendeteksi makanan yang sudah kedaluwarsa. Program ini bisa dimasukkan secara nirkabel ke ponsel.

Ponsel akan mendeteksi ketika ada gas yang dipancarkan keluar dari makanan kedaluwarsa. Kita terkadang tak bisa melihat atau mencium makanan yang sudah terdegradasi.

"Oleh sebabnya, kami mengembangkan sensor nirkabel yang hemat biaya untuk mendeteksi pembusukan makanan dengan bantuan ponsel," kata Yu, dilansir dari Web MD, Jumat (6/7).

Yu dan rekan-rekannya pertama mengumpulkan sensor gas kecil dengan kepekaan tinggi bernama amina biogenik. Gas ini mendeteksi bau dari makanan atau produk yang tak bisa dikonsumsi. Tim kemudian menyematkan sensor tersebut ke near-field communication (NFC) yang kemudian diujicobakan pada tes daging yang sudah tak bagus dikonsumsi.

Ini Bahaya Mengecas Ulang Ponsel di Sembarang Tempat

Setelah menempatkan pendeteksi di samping daging, peneliti kemudian meninggalkan daging pada suhu 86 derajat Fahrenheit. Jumlah biogen amina yang signifikan kemudian dihasilkan pada periode pengujian.

Benar saja, tag sensor itu akhirnya mendeteksi amina biogenik dan menginformasikan daging busuk itu ke ponsel pintar yang terletak sekitar empat inci dari jangkauan nirkabel NFC. Penemuan itu telah dipublikasikan 27 Juni lalu di Journal of Nano Letters.

Yu mencatat penelitian ini baru tahap awal dan masih butuh waktu lebih sebelum siap diluncurkan ke pasar. Dia dan timnya mencoba meningkatkan desain kemasan dan perangkat.

"Kami mengembangkan sensor ini untuk konsumen rumah tangga dan industri," ujarnya.

Sensor ini berpotensi digunakan dalam kehidupan sehari karena sangat nyaman bagi konsumen. Mereka hanya membutuhkan ponsel yang disematkan modul NFC. Metode ini hemat biaya dan bisa digunakan di beberapa fasilitas makanan.

Sayangnya, konsep ini kurang menarik bagi ahli keamanan pangan sekaligus Direktur Program Departemen Nutrisi Klinis University of Texas Southwestern Medical Center's School of Health Professions di Dallas, Lona Sandon. Dia meragukan seberapa sensitif sensor ini.

"Jika sensor ini bisa mendeteksi gas pada tingkat sangat rendah, apakah kita akan langsung membuang makanan ketika sesungguhnya makanan itu masih bisa dimakan? Ini hanya meningkatkan jumlah limbah makanan," kata Sandon.

Pemeriksaan visual, sebut Sandon, bisa memberi tahu apakah makanan itu masih enak dimakan. Misalnya, ada bintik-bintik halus pada sayuran, atau jamur tumbuh di daging. Ini lebih mudah dideteksi tanpa perlu gawai mewah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement