Jumat 25 May 2018 03:18 WIB

Advokat Kesehatan Anak Gagas Petisi Tolak Messenger Kids

Mereka memperingatkan kekuatan adiktif dari media sosial yang berdampak besar

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Agung Sasongko
Messenger Kids Facebook.
Foto: Facebook Newsroom
Messenger Kids Facebook.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari 21 ribu advokat kesehatan anak menandatangani petisi yang menolak kehadiran Messenger Kids. Petisi dan surat terbuka itu digagas oleh Kampanye untuk Anak Bebas Komersial (CCFC) dan MomsRising.

Para juru kampanye meminta CEO Facebook Mark Zuckerberg menghapuskan aplikasi tersebut. Layanan perpesanan yang merupakan bagian dari Facebook itu adalah aplikasi obrolan untuk anak di bawah usia 13 tahun.

Mereka memperingatkan kekuatan adiktif dari media sosial yang berdampak besar bagi tumbuh kembang anak. Zuckerberg didesak menggunakan jangkauan dan pengaruhnya yang sangat besar untuk lebih meningkatkan kesejahteraan anak di seluruh dunia.

Sederet penanda tangan petisi terdiri dari pendidik, profesional kesehatan, orang tua, dan pengasuh. Mereka bisa dibilang sebagai orang-orang yang melihat dampak teknologi dan media sosial pada anak setiap hari.

"Anak-anak yang lebih muda kurang siap menghadapi tantangan interpersonal dan kekuatan adiktif media sosial. Mereka membutuhkan waktu dan ruang untuk mengalami dunia fisik dan mengembangkan hubungan tatap muka yang sehat," ungkap mereka.

Aplikasi Messenger Kids diluncurkan Desember 2017 silam dengan mencantumkan klaim adanya kontrol orang tua yang ketat. Termasuk, persetujuan kontak dan filter keamanan untuk mencegah anak-anak berbagi materi tidak pantas.

Facebook mengatakan bahwa data yang terkumpul tidak akan digunakan untuk tujuan iklan. Messenger Kids juga dikembangkan dengan bantuan pakar keamanan daring National PTA and Blue Star Families.

Juru bicara Facebook berkomentar bahwa Messenger Kids dibuat agar anak bisa menjalin komunikasi dengan keluarga. Akan tetapi, komentar tidak puas terus bermunculan, terutama dari mereka yang khawatir tentang dampak buruknya.

"Media sosial merusak pertumbuhan emosi dan sosial anak, terutama yang usianya lebih muda karena mudah terpengaruh dan belum memiliki kematangan kognitif untuk membedakan pesan sosial," kata psikolog New York Jamie Greene, dikutip dari laman The Guardian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement