REPUBLIKA.CO.ID, ADELAIDE -- Setelah mengumumkan keinginannya untuk pergi ke Mars pada 2022 melalui Konferensi Astronotika Internasional di Adelaide, Australia, pendiri Tesla Elon Musk, pergi ke pedesaan Australia Selatan untuk meluncurkan pembangunan instalasi baterai lithium-ion terbesar di dunia. Dan dinilai pembuatannya hampir selesai.
Musk mencoba untuk meringankan beberapa masalah krisis energi di beberapa negara. Saat ini, ia memiliki waktu 100 hari untuk membangun sistem Powerpack dengan kapasitas 100 megawatt.
Jika dia tidak menyelesaikannya dalam 100 hari, Musk akan menanggung beban biaya yang mencapai 50 juta dolar AS. Musk telah mengumumkan awal 100 hari dari tanggal 29 September, dan direncanakan selesai 1 Desember 2017. Proyek ini memiliki kapasitas sekitar 50 MW hingga100 MW.
Musk memberikan pernyataannya pada peluncuran Fuelpack-fueled di Hornsdale Wind Farm dekat Jamestown, tiga jam perjalanan dari Adelaide pada hari Jumat lalu. Acara tersebut bertepatan dengan penandatanganan perjanjian interkoneksi, yang sekarang disetujui oleh AEMO dan baru ditandatangani oleh Electranet.
''Bicara itu murah, tindakannya sulit,'' kata Musk saat peluncuran, dikutip dari Mashable.
Penyelesaian proyek, yang diharapkan akan menstabilkan jaringan Australia Selatan dan menyediakan cukup tenaga untuk lebih dari 30 ribu rumah. Angka tersebut sama dengan jumlah rumah yang kehilangan energi selama periode pemadaman pada bulan September 2016.
Perusahaan teknik Adelaide Consolidated Power Projects (CPP) telah dikontrak untuk membangun Powerpack, sehingga mereka mendapat tekanan yang sama.
Meskipun negara mendapatkan sebagian besar energinya dari energi terbarukan. Australia Selatan sangat membutuhkan solusi energi terbarukan karena permintaan yang tinggi, setelah pemadaman ulang tahun 2016 yang membuat penduduk dalam kegelapan.
Dalam mendukung proyek energi terbarukan. Tesla telah memilih Neoen's Hornsdale Wind Farm untuk menyediakan seluruh komponen penyimpanan energi, setelah mendapatkan lebih dari 90 tawaran kompetitif.