Sabtu 25 Jun 2016 06:59 WIB

Tarif Seluler Rp 1 per Detik Berpotensi Merusak Pasar

Tower Base Transceiver Station (BTS ) salah satu operator seluler
Foto: Antara
Tower Base Transceiver Station (BTS ) salah satu operator seluler

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  --  Pengamat telematika menilai penawaran layanan telepon Rp 1 per detik dari Indosat Ooredoo bisa merusak kompetisi di pasar seluler untuk area luar Jawa karena cenderung predatory pricing atau penetapan harga rendah untuk mematikan pesaing.

"Salah satu ciri dari predatory pricing adalah menjual di bawah harga produksi untuk mematikan pesaing. Praktik pemasaran Rp1 per detik bisa merusak bisnis seluler dalam jangka panjang," kata Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M. Ridwan Effendi di Jakarta, Jumat (24/6).

Menurut Ridwan, dalam kajiannya pada triwulan pertama 2016, pendapatan per menit dari layanan suara untuk Indosat Rp 136,7 per menit, Telkomsel Rp 168,5/menit, dan XL Rp 213,4/menit.

Padahal, dalam menerapkan Rp 1 per detik ke seluruh operator, Indosat diperkirakan mengalami rugi Rp 190/menit karena Indosat memberikan tarif retail di bawah biaya interkoneksi Rp 250/menit. Kondisi ini sudah berlangsung sejak November sampai dengan Desember 2015. "Praktik-praktik antipersaingan ini yang harus dicermati regulator," katanya.

Padahal, Telkomsel walaupun banyak membangun di luar Jawa dan pelosok negeri hingga perbatasan, tarifnya masih lebih rendah daripada operator lainnya yang hanya membangun di daerah yang menguntungkan.

"Membangun di area yang kurang menguntungkan itu ada masa kerugian sebelum BTS dapat memperoleh keuntungan. Tarif Rp 1 itu sudah berjalan 5 bulan. Sepertinya rencana akuisisi sejuta pelanggan yang didengungkan tak berhasil, akhirnya keluarlah kampanye yang dianggap negatif itu," kata Ridwan.

Sebelumnya, industri seluler heboh dengan aksi Indosat yang melakukan kampanye negatif menyerang skema tarif milik Telkomsel di luar Jawa.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU Syarkawi Rauf mengaku akan mendalami implementasi tarif Rp1/detik milik Indosat ini.

"Kita mau lihat harga ini wajar baik dari sisi periklanan? Kalau logika iklan ada perhitungannya sendiri, atau ini jual rugi untuk merusak pasar? Kalau iya, itu masuk dalam indikasi pelanggaran. Akan tetapi, kami akan mendalami lagi, termasuk predatory pricing atau tidak," katanya

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa penawaran operator telekomunikasi kualitas berbanding lurus dengan harga atau tarif. "Jangan sampai tarif murah tetapi kota besar yang mendapat layanan, sementara daerah pelosok 'blank spot'," kata Tulus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement