Jumat 12 Oct 2012 19:25 WIB

Dua Ilmuwan AS Raih Nobel Kimia

Gambaran tentang reseptor beta-adrenergic saat diaktifkan oleh hormon dan mengirimkan sinyal ke sel.
Gambaran tentang reseptor beta-adrenergic saat diaktifkan oleh hormon dan mengirimkan sinyal ke sel.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--The Royal Swedish Academy of Sciences memutuskan memberikan Hadiah Nobel 2012 bidang kimia kepada dua ilmuwan Amerika Serikat (AS) untuk studi yang mereka lakukan tentang reseptor pintar di permukaan sel.

Hadiah Nobel Kimia 2012 diberikan kepada Robert J. Lefkowitz dari Howard Hughes Medical Institute dan Duke University Medical Center, serta Brian K. Kobilka dari Stanford University School of Medicine, demikian menurut laman resmi Swedish Academy of Sciences.

Dalam konferensi pers yang rekamannya dimuat di laman Swedish Academy of Sciences, Lefkowitz yang lahir tahun 1943 di New York mengaku tidak menduga akan menerima hadiah Nobel atas karyanya.

"Tidak ada rumor atau petunjuk apapun sebelumnya. Saya bisa memastikan, sebelum saya tidur malam itu saya tidak sedang menunggu telepon dari Komite Hadiah Nobel," kata profesor biokimia di Duke University Medical Center itu.

"Tapi setiap ilmuwan pasti bermimpi suatu saat menerima panggilan telepon seperti itu," tambah Lefkowitz, yang berencana mengajak isteri, lima anak dan lima cucunya menghadiri upacara penerimaan Nobel di Stockholm, Swedia.

Lefkowitz dan rekannya Kobilka menerima Hadiah Nobel Kimia 2012 untuk studi terobosan yang mengungkap kerja keluarga reseptor yang sangat penting : reseptor berpasangan G-protein.

Tubuh manusia adalah jalinan sistem interaksi jutaan sel yang tertata baik. Setiap sel punya reseptor sangat kecil yang memampukannya merasakan lingkungan, sehingga dia bisa beradaptasi dengan situasi baru.

Namun bagaimana proses itu berjalan, sejak lama jadi misteri.

Para ilmuwan menduga, permukaan sel memiliki sejenis penerima hormon. Tapi terdiri atas apa sebenarnya reseptor ini dan bagaimana mereka bekerja masih kabur hampir sepanjang abad ke-20.

Lefkowitz mulai menggunakan radioaktif untuk melacak reseptor-reseptor sel tahun 1968. Dia menempelkan isotop iodium ke beragam hormon dan akhirnya mengungkap beberapa reseptor diantaranya untuk adrenalin : beta-adrenergic reseptor.

Tim penelitinya mengekstraksi reseptor dari tempat persembunyiannya dalam dinding sel dan mendapatkan pemahaman awal tentang bagaimana mereka bekerja.

Tim itu melakukan langkah besar selanjutnya tahun 1980-an. Setelah menerima Kobilka, profesor fisiologi seluler dan molekuler, tim peneliti mengisolasi gen dengan kode untuk reseptor beta-adrenergic dari genom raksasa manusia.

Pendekatan kreatif itu membuat Kobilka dan mitranya mencapai tujuan. Ketika para peneliti menganalisis gen, mereka menemukan bahwa reseptor itu sama dengan reseptor pada mata yang menangkap cahaya.

Mereka kemudian menyadari bahwa ada keluarga reseptor yang punya penampakan serupa dan menjalankan fungsi dengan cara yang sama, yang sekarang disebut disebut sebagai reseptor berpasangan G-protein.

Ada sekitar seribu gen dengan kode reseptor semacam itu, seperti untuk cahaya, rasa, bau, histamin, dopamin dan serotonin.

Dan sekitar separuh dari pencapaian pengobatan merupakan efek reseptor pasangan G-protein.

Lefkowitz menjelaskan, reseptor itu seperti jalan sel berhubungan dengan sistem syaraf dan sistem dalam tubuh yang lain sehingga berperan penting dalam setiap proses dalam tubuh. "Ini membuat mereka punya peran krusial dalam merespon pengobatan," katanya.

Selanjutnya, tahun 2011, Kobilka melakukan terobosan lain. Dia dan rekan satu tim menangkap gambaran reseptor beta-adrenergic pada saat dia diaktifkan oleh hormon dan mengirim sinyal ke sel, sebuah gambaran mahakarya molekuler.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement