REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pakar fisika zat mampat dari ITS Surabaya Prof Dr Darminto MSc menemukan kandungan semen hingga 59 persen dalam lumpur di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
"Kita memiliki zat mampat yang belum dimanfaatkan secara optimal atau hanya dimanfaatkan sebagai bahan mentah. Padahal, bila dioptimalkan akan bernilai jual tinggi, seperti pasir besi, batu kapur atau silika, bahkan lumpur di Sidoarjo," katanya di Surabaya, Senin.
Menjelang pengukuhan dirinya sebagai guru besar ke-101 ITS pada Rabu (13/7) mendatang, guru besar dari Jurusan Fisika F-MIPA ITS itu mengatakan, pihaknya telah menggandeng Balai Teknologi Permukiman PU Jatim untuk meneliti lumpur di Sidoarjo itu.
"Hasilnya, lumpur Lapindo, terutama yang sudah kering, ternyata mengandung unsur semen 59 persen dan saat dicoba pada industri paving block justru memiliki kekuatan dua kali lipat semen," katanya.
Namun, kata alumnus ITB Bandung itu, hasil penelitian itu belum ditindaklanjuti dalam skala industri. "Yang jelas, kandungan semen pada lumpur Lapindo cukup tinggi yakni 59 persen lumpur dicampur bahan baku bangunan akan setara dengan 61 persen semen dicampur bahan baku bangunan," katanya.
Perbandingan yang setara itu akan membutuhkan biaya yang jauh lebih murah bila menggunakan semen. "Jadi, paving block yang biasanya menggunakan semen, pasir dan kerikil, nantinya semen dapat diganti lumpur," katanya.
Saat ini, pihaknya juga sedang melakukan penelitian skala laboratorium untuk pasir di Sidoarjo yang diduga memiliki kandungan semen yang cukup tinggi juga.
Menurut ayah dari dua anak yang juga guru besar ketujuh di FMIPA ITS itu, zat mampat (cairan yang padat) lainnya berupa pasir besi, batu kapur, atau silika juga dapat dioptimalkan seperti halnya lumpur Lapindo itu. "Misalnya, pasir hitam yang mengandung besi itu bila dijual untuk bahan bangunan seperti apa adanya akan bernilai jual sangat murah, tapi bila diolah dengan teknologi sederhana akan bernilai jual tinggi," katanya.
Pasir besi, katanya, dapat dipisahkan menjadi magnit dan bukan magnit dengan alat sederhana, kemudian magnit yang dihasilkan dijual ke indutsri alat sensor, "load speaker", dan sebagainya.
"Kalau berupa pasir, maka satu truk akan berharga Rp40 ribu, tapi kalau magnit yang ada dalam jumlah satu sak bisa berharga Rp35 ribu," katanya.
Untuk memisahkan magnit dari pasir besi, lanjut dia, pihaknya sudah merancang alat sederhana yang dapat dilakukan masyarakat awam, termasuk penambang pasir di sungai.