REPUBLIKA.CO.ID, Keterbatasan pasokan listik menjadi kendala bagi implementasi Desa Pinter. Kendala yang sama dihadapi pada pengembangan akses telekomunikasi dan informatika pedesaan. Tidak hanya listrik, sebenarnya, kendala yang dihadapi dalam pengembangan telekomunikasi pedesaan, namun juga koneksi. Masih terbatasnya jaringan serat optik di Indonesia menjadi kendala bagi penetrasi layanan telekomunikasi, baik kabel maupun seluler. Masalah ini masih diperberat dengan kondisi geografis pedesaan, serta dukungan sarana dan sarana yang dimiliki pedesaan. Tak mengherankan apabila penetrasi telekomunikasi di pedesaan berjalan lambat.
Perkembangan menarik terjadi setelah Telkomsel berhasil mengembangkan desain teknologi untuk remote area. Desain teknologi ini merupakan sinergi antara teknologi global sysrems for mobile dengan internet protocol (GSM-IP). Desain teknologi yang dikembangkan Telkomsel berhasil mengatasi berbagai kendala yang dihadapi bagi pengembangan akses telekomunikasi di remote area, baik berupa keterbatasan koneksi, pasokan listrik, hingga kondisi geografis. Lebih dari itu, desain teknologi ini efisien dari segi biaya, simpel dalam tataran implementasi atau deployment serta mudah perawatannya.
Desain teknologi yang kemudian diberi nama Telkomsel Merah Putih ini, sebagaimana pernah disampaikan penggagasnya Kiskenda Suriahardja dirancang untuk penyediaan akses telekomunikasi di remote area. Dalam satu wawancara dengan penulis Kiskenda yang saat itu menjabat Dirut Telkomsel mengungkapkan dari sekitar 30 ribu desa yang belum terjangkau akses telekomunikasi, ada sekitar 10 ribu titik yang masuk kategori blank spot. Sisanya merupakan wilayah dengan sinyal lemah atau kurang dan bisa disolusi dengan penguatan sinyal dan penambahan antena yagi
Telkomsel berencana menyediakan akses pada 10 ribu titik blank spot melalui program Telkomsel Merah Putih. Program yang dicanangkan tahun 2008 ini diharapkan bisa tuntas dalam waktu dua hingga empat tahun. Ia sekaligus menjadi program ekspansi Telkomsel ke pedesaan, setelah berhasil menuntaskan program penyediaan akses telekomunikasi di ibukota kecamatan (IKC) di seluruh ibukota kecamatan dalam periode 2005-2008.
Terpilihnya Telkomsel sebagai pemenang tender USO, menjadikan program Merah Putih bergeser. ''Telkomsel Merah Putih akan dikembangkan untuk penyediaan akses telekomunikasi di kawasan bahari, pulau-pulau terluar, kawasan perbatasan, daerah terpencil dan daerah terisolir,'' kata Direktur Utama Telkomsel, Sarwoto Atmosutarno. Hingga saat ini sudah ada 299 titik yang dilayani Telkomsel Merah Putih, termasuk 15 kapal PT Pelni.
Sebagai pemenang tender USO, Telkomsel rupanya juga memiliki kewajiban membangun Desa Pinter. Paling tidak ada 70-an Desa Pinter yang dikembangkan Telkomsel melalui program USO. Infrastruktur telekomunikasi pada Desa Pinter menggunakan desain teknologi Telkomsel Merah Putih. Desa Pinter yang dikembangkan umumnya berlokasi di kawasan yang telah memiliki pasokan listrik memadai. Misalnya di desa Kaliau, kecamatan Sanjingan Besar, Kabupaten Sambas dan desa Ranupane yang berada di kaki gunung Semeru.
Sukses Telkomsel mengembangkan GSM-IP untuk mensolusi kebutuhan telepon di pedesaan, boleh jadi memberi inspirasi kepada kita semua, bahwa kendala yang dihadapi untuk pengembangan Desa Pinter bisa diatasi dengan pengembangan teknologi yang ada saat ini. Dalam bahasa yang lebih sederhana, apa tidak sebaiknya Kementrian Kominfo menunjuk dua pemenang tender ini untuk pengembangan Desa Pinter. Boleh jadi, penunjukan ini akan memotivasi Telkomsel maupun Icon Plus melakukan inovasi teknologi untuk pengembangan Desa Pinter, baik secara sendiri-sendiri maupun sinergi diantaranya keduanya.
Telkomsel sebagai operator terbesar seluler memiliki kemampuan dalam pengembangan teknologi komunikasi, sementara Icon Plus sebagai anak perusahaan PT PLN memiliki kemampuan dalam bidang kelistrikan. Tidak tertutup kemungkinan sinergi Telkomsel dengan Icon Plus mampu melahirkan desain teknologi baru untuk pengembangan Desa Pinter, setidaknya pada 10 ribu titik yang ditargetkan pemerintah bisa diwujudkan pada tahun 2014.
Realisasi Desa Pinter, hanya soal waktu saja. Namun perlu kiranya disadari bahwa Desa Pinter pada dasarnya adalah suatu upaya melakukan akselerasi pembagunan pedesaan melalui information and communication technology (ICT). Dalam konteks ini, ICT menjadi enabler atau driven. Oleh karena itu pemahaman Desa Pinter tentu saja tidak terbatas pada ketersediaan akses dan perangkat untuk mengakses internet. Lebih dari sekadar menyediakan akses beserta perangkatnya, pada Desa Pinter juga harus dikembangkan suatu strategi bagaimana masyarakat pedesaan memanfaatkan akses internet untuk mendukung peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan. Sekaligus ketersediaan konten, agar sasaran yang dihadapkan bisa dicapai.
Ada kesan, pada program Desa Pinter pemerintah hanya menyediakan akses saja, sebagaimana program Desa Berdering. Apakah akses yang disediakan dimanfaatkan atau tidak, pemerintah terkesan lepas tangan. Memang sejalan dengan pengembangan Desa Pinter di desa USO, Telkomsel sebagai pemenang tender menyediakan portal www.lumbungdesa.com. Pertanyaanya kemudian, apakah portal itu dimanfaatkan secara optimal dan isinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. pedesaan.
Portal www.lumbungdesa.com dirancang untuk memberikan informasi kepada masyarakat pedesaan, utamanya informasi yang berhubungan dengan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, home industri. Portal ini juga menyediakan info mengenai komoditas pertanian. Informasi yang disampaikan berupa artikel yang diharapan bisa memberi inspirasi, informasi dan panduan kepada pengunjungnya.
Memperhatikan gaya dan struktur penulisan, konten yang ada di lumbung desa menggunakan standar penulisan di media massa--baik online maupun cetak--, sehingga masih terkesan urban oriented. Pola serupa juga ditemukan pada warmasif yang dikembangkan oleh Kementrian Kominfo. Berusia lebih dari satu tahun, pengunjung lumbung desa sangat sedikit sekali. Hingga kemarin, pengunjung portal ini tercatat 1.961 pengunjung. Kasus yang sama dijumpai di Warmasif-nya Depkominfo. Bahkan portal ini, belakangan sulit diakses.
Ada apa dibalik fenomena ini. Masyarakat pedesaan belum membutuhkan internet untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka. Atau mereka tidak menggunakan internet, karena tidak tahu bagaimana menggunakannya?