Rabu 17 Jul 2019 16:41 WIB

BMKG Jelaskan Fenomena Awan Caping di Puncak Gunung Rinjani

Awan caping dengan ukuran besar menyelimuti puncak Gunung Rinjani.

Pendaki Gunung Rinjani tiba di Pos Bawaknao, Sembalun, Lombok Timur, NTB. (Dok)
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Pendaki Gunung Rinjani tiba di Pos Bawaknao, Sembalun, Lombok Timur, NTB. (Dok)

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mataram, Agus Rianto, menjelaskan fenomena puncak Gunung Rinjani tertutup awan yang melingkar seperti "bertopi". Ia mengatakan, tak ada kaitannya dengan pertanda gempa yang terjadi akhir-akhir ini di Nusa Tenggara Barat.

"Itu fenomena alam awan lenticular," ujarnya di Mataram, Rabu.

Agus menegaskan, fenomena alam Lenticular tidak terkait atau tidak berkaitan dengan terjadinya gempa bumi. Ia mengungkapkan bahwa mengaitkan fenomena alam Lenticular dengan akan terjadinya gempa adalah sebuah kesalahpahaman.

"Tidak ada kaitannya, itu hanya rumor. Awan caping itu berbahaya bagi penerbangan, bukan tanda tanda terjadinya gempa," jelas Agus.

Bentuk awan seperti topi, caping, piring raksasa, dan awan yang melingkari gunung, disebut awan Lenticular, Awan itu biasa ditemukan di dekat bukit atau gunung-gunung karena ia memang terbentuk dari hasil pergerakan angin yang menabrak dinding penghalang besar, seperti pegunungan dan perbukitan, sehingga menimbulkan sebuah pusaran.

Menariknya, awan Lenticular kelihatan begitu padat, namun hakikatnya tidak demikian. Awan ini terlihat padat karena aliran udara lembap terus menerus mengaliri sang awan dan akan keluar lewat permukaan paling bawah. Bentuk awan Lenticular pun akan bertahan hingga berjam-jam, bahkan berhari-hari.

Sementara itu, bagi dunia penerbangan awan Lenticular ini sangat mematikan karena sang awan bisa menyebabkan turbulensi bagi pesawat yang nekad memasuki awan atau hanya terbang di dekat awan Lenticular.

Rosyidin, warga Sembalun, saat dihubungi dari Mataram, mengatakan fenomena Gunung Rinjani "bertopi" ini mulai muncul sekitar pukul 07.00 Wita atau saat Matahari terbit dan berakhir pada pukul 09.30 Wita.

"Munculnya itu pas matahari terbit," ujarnya.

Rosyidin menjelaskan, fenomena puncak Gunung Rinjani "bertopi" sebetulnya sudah sering kali terjadi. Hanya saja, awan yang melingkar di atas puncak Rinjani itu tidak sebundar dan sebesar seperti yang terjadi pada saat ini.

"Masyarakat sudah biasa melihat ada lingkaran awan di atas puncak Rinjani. Tapi memang yang sekarang tidak sebundar dan sebesar yang sekarang," terang Rosyidin.

Ia mengatakan, meski bukan kejadian pertama kali, banyak warga yang kemudian mengaitkan fenomena awan bertopi di atas puncak Rinjani dengan kejadian gempa yang terjadi akhir-akhir ini di daerah itu, termasuk mengaitkan dengan fenomena Gerhana Bulan yang terlihat pada Rabu dini hari sekitar pukul 04.00 Wita di wilayah itu.

Namun, bagi warga sekitar Sembalun, menurut Rosidin, fenomena puncak Rinjani bertopi pertanda ada orang yang meninggal. Ia mengatakan, itu adalah pertanda orang yang meninggal adalah tokoh penting.

"Ada yang bilang ini karena gempa, gerhana bulan semalam. Tapi buat warga Sembalun ini pertanda orang meninggal. Kalau di kaitkan gempa kami tidak percaya, karena ini kejadian lumrah setiap musim kemarau pasti awan seperti ini terjadi, cuman ini mungkin karena lingkarannya lebih besar," ungkapnya.

Terlepas dari itu semua, menurut Rosidin, karena melihat awan melingkar sebesar itu di puncak Rinjani, warga sekitar atau orang yang melintas di jalan kemudian ramai-ramai mengabadikan momen tersebut.

"Jadi banyak yang mengambil foto, berselfie, termasuk merekam untuk dibuat video," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement