REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Datangnya purnama ketiga tahun ini pada Senin (25/3/2024) dibarengi dengan gerhana bulan penumbra. Fenomena itu dijuluki worm moon atau bulan cacing di berbagai belahan Bumi. Ada juga yang menyebutnya bulan gagak dan bulan pra paskah.
Menyusul gerhana bulan penumbra 25 Maret, dua pekan berikutnya terjadi gerhana matahari total, tepatnya pada 8 April 2024. Keduanya merupakan peristiwa astronomi yang menarik. Namun mengapa dua fenomena itu berlangsung dengan jeda waktu yang berdekatan?
Dikutip dari laman Space, Senin (25/3/2024), gerhana bulan terjadi saat bulan purnama, tepatnya ketika bumi berada di antara matahari dan bulan. Posisi itu membuat bumi menghalangi sinar matahari mencapai permukaan bulan.
Sementara, gerhana matahari terjadi saat fase bulan baru, tepatnya saat posisi bulan berada di antara bumi dan matahari. Setiap 173 hari, selama antara 31-37 hari, bulan berpotongan (atau hampir berpotongan) dengan ekliptika, jalur nyata matahari melintasi langit siang hari.
Ekliptika juga merupakan bidang orbit bumi terhadap matahari. Dampaknya adalah musim gerhana yang singkat, di mana ada dua atau tiga gerhana matahari dan bulan dapat terjadi dalam waktu berdekatan. Pada 2024, ada dua musim gerhana yang masing-masing menampilkan dua gerhana matahari dan dua gerhana bulan.
Musim gerhana pertama mencakup gerhana bulan penumbra (termasuk bisa diamati di Indonesia, Amerika Utara dan Selatan, Eropa, Asia Timur, Australia dan Selandia Baru) pada 25 Maret. Lantas, berlanjut dengan gerhana matahari total (sebagian Meksiko, AS, dan Kanada) pada 8 April 2024.
Musim kedua gerhana mencakup gerhana bulan sebagian (Eropa, Asia, Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Pasifik, Atlantik, Samudra Hindia, Arktik, Antartika) pada 18 September. Berlanjut dengan gerhana matahari cincin (Pulau Paskah, Rapa Nui, Chili dan Argentina) pada 2 Oktober.
Meskipun tidak ada gerhana ketiga pada musim gerhana kedua tahun 2024, hampir terjadi gerhana. Berdasarkan waktu dan tanggal, "gerhana bulan yang hampir terjadi" namun tidak akan terjadi ini ada pada 17 Oktober, ketika "bulan pemburu" tidak bergerak menembus bayangan bumi.
Mungkin itu terkesan sebagai fakta yang tidak ada artinya, tetapi informasi tersebut membantu menunjukkan cara kerja musim gerhana. Penyebab kondisi itu adalah posisi bulan yang meleset karena bulan berada pada titik terbitnya sehari sebelumnya.
Terjadi atau tidak terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan bergantung pada "node orbital bulan". Orbit bulan terhadap bumi miring lima derajat terhadap ekliptika. Agar gerhana terjadi, bulan harus mencapai fase baru atau fase penuh saat melintasi ekliptika.
Kedua tempat ini disebut node menaik dan node menurun. Bulan mencapai kedua titik simpul tersebut pada waktu yang berbeda setiap bulannya. Biasanya, hal ini terjadi jika bulan tidak di fase baru atau penuh, sehingga tidak dalam posisi untuk mengalami gerhana.
Hanya selama musim gerhana bulan tiba atau sangat dekat dengan titik-titik tersebut, menjadi waktu yang tepat untuk menyebabkan gerhana. Hasilnya adalah musim yang singkat di mana ada dua (dan kadang-kadang tiga) gerhana matahari dan bulan dapat terjadi, satu demi satu, dalam selang waktu dua pekan.
Masyarakat perlu mengingat bahwa saat terjadi gerhana matahari, pengamatan terhadap fenomena itu harus menggunakan pelindung mata yang tepat, yakni kacamata gerhana matahari. Berbeda dengan gerhana bulan yang aman dilihat langsung dengan mata tanpa bantuan alat optik.