REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ilmuwan yang mempelajari hiu mendapati bahwa masa lockdown pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu berpengaruh terhadap hiu. Periode itu membuat spesies hiu tertentu mengalami perubahan perilaku.
Studi digagas oleh peneliti Andre S Afonso dari Pusat Ekologi Fungsional, Universitas Coimbra, Portugal. Penelitian Afonso berfokus pada Kepulauan Fernando de Noronha, cagar alam laut yang terletak di bagian barat Samudra Atlantik Selatan.
Tim Afonso melacak pergerakan hiu macan (Galeocerdo cuvier) dan hiu lemon (Negaprion brevirostris). Dua predator puncak itu memang berhabitat di Kepulauan Fernando de Noronha (FEN). Namun, keduanya melakukan aktivitas yang berbeda di FEN.
"Hiu lemon menyelesaikan siklus hidupnya (bereproduksi dan keturunannya tumbuh dewasa) di wilayah tersebut dan dapat dianggap sebagai spesies penghuni, sedangkan hiu macan tidak berkembang biak di FEN," ujar Afonso.
Dikutip dari laman Forbes, Selasa (20/2/2024), hiu macan selalu bermigrasi, yang artinya spesies itu tiba di FEN pada tahap remaja atau dewasa setelah menjelajahi lautan. Kedua jenis hiu itu diteliti untuk menunjukkan perubahan perilaku yang ada.
Hasilnya, hiu lemon menunjukkan peningkatan signifikan dalam penggunaan habitat pesisir sebesar 43 persen selama lockdown. Sedangkan, hiu macan menunjukkan ketahanan yang mengejutkan, mempertahankan perilaku mereka meskipun tidak ada campur tangan manusia.
Perbedaan ini mungkin berhubungan dengan hiu lemon yang merupakan spesies yang lebih banyak menetap dan hidup dalam lanskap ketakutan antropogenik (yang disebabkan oleh tindakan manusia). Berbeda dengan hiu macan yang merupakan spesies migran sehingga kurang mengenal rangsangan manusia dan kurang responsif terhadap perubahan lanskap antropogenik.
Temuan studi menggarisbawahi beragam respons spesies hiu terhadap fluktuasi aktivitas manusia, sehingga memberikan wawasan berharga tentang interaksi yang rumit antara satwa liar dan pengaruh antropogenik. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan kritis tentang masa depan konservasi hiu.
Seiring dengan bertambahnya populasi manusia dan percepatan pembangunan pesisir, kebutuhan untuk menjaga lautan menjadi semakin mendesak. Mulai dari praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan hingga ekowisata yang bertanggung jawab, diperlukan upaya bersama untuk memastikan hiu terus berkembang biak di habitat aslinya.
Afonso menyampaikan, bahkan dalam skenario non-ekstraktif yang sebagian besar dibangun untuk ekowisata, hiu akan terkena dampak antropogenik. Itu sangar mungkin menghambat tingkat keberhasilan beberapa perilaku mendasar satwa tersebut, seperti bereproduksi dan mencari makan.
"Berdasarkan perspektif ini, memastikan bahwa hiu dapat memanfaatkan sepenuhnya kawasan penting yang masih asli untuk melakukan aktivitas reproduksi dan mencari makan mungkin bergantung pada pengelolaan tata ruang laut yang lebih konservatif," kata Afonso.
Sebagai penghuni lautan selama lebih dari 400 juta tahun, hiu berperan sebagai penjaga ekosistem dan mengatur keseimbangan alam. Populasi yang sehat dari predatoe ini dikaitkan dengan pelestarian keanekaragaman hayati laut dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.
Sayangnya, beberapa dekade terakhir telah terjadi penurunan populasi hiu yang sangat parah. Aktivitas manusia, khususnya penangkapan ikan yang berlebihan, ditambah dengan dampak perambahan dari aktivitas non-ekstraktif seperti polusi suara, telah mendorong banyak spesies hiu ke ambang kepunahan.
Skala ancamannya sangat mencengangkan, dengan lebih dari sepertiga spesies hiu dan pari menghadapi kepunahan akibat penangkapan ikan yang berlebihan. Kegiatan antropogenik lainnya, seperti wisata satwa liar, juga mengganggu perilaku dan habitat alami hiu.