REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Para ilmuwan yang melakukan penggalian di Pulau Sulawesi ternyata telah menemukan artefak unik dan mematikan yang berasal dari sekitar 7.000 tahun yang lalu. Temuan itu berupa gigi hiu macan yang digunakan sebagai pisau.
Dilansir The Conversation, Rabu (1/11/2023), temuan-temuan ini, yang dilaporkan dalam jurnal Antiquity, adalah salah satu bukti arkeologi paling awal secara global mengenai penggunaan gigi hiu dalam senjata komposit, senjata yang dibuat dengan berbagai bagian. Hingga saat ini, bilah gigi hiu tertua yang ditemukan berusia kurang dari 5.000 tahun.
Lantas, mengapa gigi hiu dipakai menjadi senjata?
Percobaan The Conversation menemukan bahwa pisau bergigi hiu macam sama efektifnya dalam membuat luka yang panjang dan dalam pada kulit saat digunakan untuk menyerang (seperti dalam pertarungan) seperti saat menyembelih kaki babi segar. Memang benar, satu-satunya aspek negatifnya adalah gigi tersebut relatif cepat tumpul, terlalu cepat sehingga tidak dapat digunakan sebagai pisau sehari-hari.
Fakta ini, serta fakta bahwa gigi hiu dapat menimbulkan luka yang dalam, mungkin menjelaskan mengapa bilah gigi hiu hanya digunakan sebagai senjata untuk konflik dan kegiatan ritual di masa sekarang dan masa lalu.
Banyak masyarakat di seluruh dunia telah mengintegrasikan gigi hiu ke dalam budaya material mereka. Secara khusus, masyarakat yang tinggal di pesisir pantai (dan aktif melakukan penangkapan ikan hiu) lebih cenderung menggunakan lebih banyak gigi ke dalam peralatan yang lebih beragam.
Pengamatan terhadap masyarakat saat ini menunjukkan bahwa, ketika tidak digunakan untuk menghiasi tubuh manusia, gigi hiu hampir secara universal digunakan untuk membuat pisau untuk konflik atau ritual, termasuk ritual pertarungan. Misalnya, pisau tempur yang ditemukan di seluruh Queensland utara memiliki satu bilah panjang yang terbuat dari sekitar 15 gigi hiu yang ditempatkan satu per satu pada batang kayu keras berbentuk oval, dan digunakan untuk menyerang bagian panggul atau pantat lawan.
Senjata, termasuk tombak, pisau, dan pentungan yang dipersenjatai dengan gigi hiu diketahui berasal dari daratan New Guinea dan Mikronesia, sedangkan tombak merupakan bagian dari kostum berkabung di Tahiti. Lebih jauh ke timur, masyarakat Kiribati terkenal dengan belati, pedang, tombak, dan tombak bergigi hiu, yang tercatat telah digunakan dalam konflik yang sangat ritual dan sering kali berakibat fatal.
Gigi hiu yang ditemukan dalam konteks arkeologi Maya dan Meksiko secara luas dianggap telah digunakan untuk ritual pertumpahan darah, dan gigi hiu diketahui telah digunakan sebagai pisau tato di Tonga, Aotearoa Selandia Baru, dan Kiribati.
Di Hawaii, apa yang disebut “pemotong gigi hiu” digunakan sebagai senjata tersembunyi dan untuk “memotong kepala suku yang mati dan membersihkan tulang mereka sebagai persiapan penguburan adat”.
Hampir semua artefak gigi hiu yang ditemukan secara global telah diidentifikasi sebagai hiasan, atau ditafsirkan demikian.
Memang, gigi hiu yang dimodifikasi telah ditemukan dari konteks yang lebih tua. Gigi hiu macan soliter dengan satu lubang dari Buang Merabak (Irlandia Baru, Papua Nugini) berumur sekitar 39.500-28.000 tahun yang lalu. Sebelas gigi berlubang tunggal dari Kilu (Pulau Buka, Papua Nugini) berumur sekitar 9.000-5.000 tahun yang lalu. Sejumlah gigi yang tidak diketahui jumlahnya dari Garivaldino (Brasil) berasal dari sekitar 9.400— 7.200 tahun yang lalu.
Namun, dalam setiap kasus, gigi tersebut kemungkinan besar merupakan hiasan pribadi, bukan senjata.
Artefak gigi hiu Indonesia yang baru The Conversation deskripsikan, dengan kombinasi modifikasi dan jejak mikroskopisnya, menunjukkan bahwa artefak tersebut tidak hanya melekat pada pisau, namun kemungkinan besar terkait dengan ritual atau konflik.
Baik memotong daging manusia atau hewan, gigi hiu dari Sulawesi ini dapat memberikan bukti pertama bahwa jenis persenjataan khusus di kawasan Asia-Pasifik telah ada jauh lebih lama dari yang kita duga.