Senin 09 Oct 2023 15:39 WIB

Dua Peristiwa Petaka yang Membuat Palestina Dijajah Israel

Zionis Yahudi sejak dulu berambisi membentuk negara di Tanah Palestina.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Orang-orang berkumpul saat personil pertahanan sipil Palestina mencoba memadamkan api di sebuah rumah yang terkena serangan udara Israel di Khan Younis, Jalur Gaza selatan,  Senin (9/10/2023)WIB.
Foto: AP Photo/Yousef Masoud
Orang-orang berkumpul saat personil pertahanan sipil Palestina mencoba memadamkan api di sebuah rumah yang terkena serangan udara Israel di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Senin (9/10/2023)WIB.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Benang merah konflik Timur Tengah bertali-temali dengan cita-cita awal gerakan zionisme yang didirikan Theodore Herzl pada tahun 1896. Dari sana, peristiwa demi peristiwa kian menyulitkan bagi Palestina, terutama dua peristiwa petaka yang boleh dibilang menjadi cikal bakal berdirinya negara Israel di Palestina.

Sebelum jauh ke dua peristiwa petaka yang membuat rakyat Palestina perlahan-lahan terusir dari tanahnya sendiri, kongres pertama gerakan zionis di Basle, Swiss, tahun 1897 merekomendasikan berdirinya sebuah negara khusus bagi kaum Yahudi yang tercerai berai di seluruh dunia.

Baca Juga

Musthafa Abdurrahman dalam buku Jejak-Jejak Juang Palestina menggambarkan akar konflik ini bermula. Dia menjelaskan bahwa pada kongres berikutnya tahun 1906, gerakan zionis baru merekomendasikan secara tegas untuk mendirikan sebuah negara bagi rakyat Yahudi di tanah Palestina.

Situasi politik di benua Eropa dengan pecahnya Perang Dunia I (1914-1918), memberi awal peluang bagi gerakan zionisme itu untuk menggapai cita-citanya tersebut. Inggris yang terlibat dalam Perang Dunia I melawan Jerman, ternyata bermain mata dengan gerakan zionis pimpinan Herzl dan bangsa-bangsa Arab yang berada di bawah otoritas Dinasti Ottoman (Usmaniyah).

Inggris di satu pihak mendorong bagi bangkitnya nasionalisme Arab untuk melawan kekuasaan Dinasti Ottoman yang memihak Jerman saat itu. Di pihak lain, Inggris memberi janji pula sebuah negara di Palestina pada gerakan zionisme saat itu, hingga terjadi semacam konsiparasi internasional yang membenangkan jalan bagi berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina.

Kemudian terjadilah dua peristiwa sejarah penting yang menjadi fondasi berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina. Kedua peristiwa inilah yang menjadi petaka bagi rakyat Palestina:

Pertama, Perjanjian Sykes-Picot tahun 1916.

Perjanjian ini dilakukan antara Inggris dengan Prancis, yang mana mereka membagi peninggalan Dinasti Ottoman di wilayah Arab. Pada perjanjian tersebut ditegaskan, Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. Sementara Palestina dijadikan status wilayah internasional.

Kedua, Deklarasi Balfour tahun 1917

Deklarasi ini menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina pada gerakan zionisme. Di bawah payung legitimasi Perjanjian Sykes-Picot dan Deklarasi Balfour tersebut, warga Yahudi di Eropa mulai melakukan migrasi ke tanah Palestina pada tahun 1918.

Pada selanjutnya, awal tahun 1930-an, gerakan zionis di tanah Palestina berhasil mendapatkan persetujuan Pemerintah Protektorat Inggris untuk memasukkan imigran Yahudi ke tanah Palestina secara besar-besaran. Reaksi rakyat Palestina saat itu cukup keras. Pada tahun 1936, mereka mengadakan mogok total.

Tak berhenti sampai di situ, carut-marut konflik di Tanah Palestina mulai membuat PBB campur tangan. PBB membentuk komite khusus untuk mencari penyelesaian masalah Palestina. Berdasaran hasil pengumpulan data dan studi di lapangan, komite ini mengajukan dua usulan. Pertama, membagi dua tanah Palestina untuk Yahudi dan Arab namun dengan adanya kesatuan sistem ekonomi. Kedua, membentuk negara federal antara Yahudi dengan Arab.

Namun, PBB dengan desakan Amerika Serikat menolak dua usulan dari komite tersebut. Kemudian, PBB melempar masalah Palestina ke forum sidang Majelis Umum PBB pada 1947. Hasilnya, keluarlah resolusi PBB nomor 181 yang menegaskan membagi dua tanah Palestina untuk Yahudi dan Arab. Serta, memberi jangka waktu kekuasaan pemerintah protektorat Inggris di tanah Palestina hingga Agustus 1948.

Perjalan demi perjalan Palestina dalam sejarahnya ke depan seusai peristiwa itu kian pelik. Bahkan hingga kini, meski dunia sudah melihat dengan telanjang mata penjajahan terjadi di Palestina, namun rakyat Palestina belum menemukan kedamaian dan kemerdekaan secara hakiki atas Tanah Air mereka.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement