Rabu 23 Aug 2023 07:05 WIB

Ini Alasan Perbankan Sulit Lakukan Transformasi Digital

Transformasi digital menekankan pengalaman lebih baik yang dirasakan nasabah.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Natalia Endah Hapsari
Digitalisasi produk perbankan yang dilakukan merupakan langkah strategis untuk memperluas layanan digital bagi nasabah/ilustrasi
Foto: Istimewa
Digitalisasi produk perbankan yang dilakukan merupakan langkah strategis untuk memperluas layanan digital bagi nasabah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Transformasi digital dapat dikatakan secara sederhana sebagai sesuatu yang dilakukan untuk mentransformasi atau mendigitalisasi sebuah proses dan interoperabilitas dari sistem perbankan tersebut atau sistem industri secara spesifik. Ini untuk memungkinkan terjadinya hubungan dengan pelanggan atau nasabah secara efektif.

Riddhi Dutta, Regional Vice President, Asia, Backbase, mengungkapkan transformasi digital di sini juga menekankan pada adanya pengalaman yang lebih baik untuk bisa dirasakan oleh para nasabah dan juga produktivitas yang lebih baik dari sisi karyawan perbankan tersebut.

Baca Juga

Perjalanan nasabah dimulai dari keinginan dia membuka akun atau membuka rekening di sebuah bank. Ini bisa juga berangkat dari permasalahan awal yang mereka rasakan hingga apa yang mereka ingin capai di kemudian hari. Perjalanan tersebut, Dutta menuturkan, mencakup dari sisi retail banking, wealth, dan SME banking.

Menurut Dutta, pertanyaan besarnya adalah apakah layanan perbankan tersebut dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan para nasabah dari awal hingga akhir secara mulus dan tanpa masalah yang berarti?

“Yang sudah-sudah oleh para bank atau para perbankan yang melakukan transformasi digital di sini adalah mereka terlalu berfokus atau mereka terlalu berat melakukan usaha di sisi perbaikan atau core system tersebut alih-alih mereka seharusnya lebih mengutamakan bagaimana layanan perbankan tersebut bisa mendukung engagement banking atau melakukan layanan yang lebih bisa membuka engagement dengan para nasabahnya,” kata Dutta dalam acara media briefing Backbase yang digelar secara virtual, Selasa (22/8/2023).

Dutta kemudian menyebutkan tiga alasan yang Backbase percaya mengapa bank di Asia tidak berhasil membangun platform sendiri. Pertama, banyak perbankan berada pada kondisi silo atau mereka bekerja masing-masing baik dari internal atau eksternal mereka sendiri.

Contohnya dari sisi branch, call center, web app hingga mobile app dalam tidak terkoneksi satu sama lain.  “Ini memungkinkan kesulitan bagi perbankan tersebut melakukan penyatuan atau menjadi lebih engage dari sisi satu dengan sisi yang lain untuk bisa lebih terkoneksi dengan baik,” ujar Dutta.

Kedua, banyak bank sekarang hanya melihat investasi yang ada dan kemudian mereka mencoba untuk membangun investasi tersebut.

“Dan mencoba mengatakan ini yang bisa dibuat oleh sistem kantor bank saya, biar saya mencari tahu bagaimana bisa saya menjangkau kemampuan ini ke pengalaman pelanggan. Itu tidak berfungsi lagi,” kata Dutta melanjutkan.

Sekarang, bagi Dutta, pelanggan harus berada di tengah. Jadi bank juga harus memikirkan tentang banking tomorrow, di mana bank mengendalikan semuanya.

Dia menjelaskan banking tomorrow dilihat sebagai sistem lebih baik di mana kita bisa melihat bahwa penting untuk memikirkan bagaimana para nasabah dan para karyawan bank ini memiliki ekspektasi dari sisi layanan. Dari situ bank bisa bergerak 'mundur'.

“Dalam artian dari situ kita bisa memahami kebutuhan mereka seperti apa, lalu nantinya kita akan bisa working backwards untuk membentuk lebih baik seperti apa sistem yang lebih baik untuk bisa disampaikan dan untuk bisa dimanfaatkan yang memiliki sentris kepada pelanggan,” ujarnya.

Ketiga, bank mencoba untuk membangun semuanya sendiri. Menurut Dutta, daripada fokus pada produk dan servis bank, mereka sedang mencoba menjadi perusahaan teknologi. Dia menyatakan Backbase tidak mengatakan bahwa itu buruk, tetapi masalahnya ketika bank mencoba untuk membangun semua hal ini, mereka memiliki visi yang besar:  fintech inovatif, pengalaman omnichannel, digital everything, dan fitur pembeda.

Dutta menuturkan bank boleh jadi tidak menyadari bahwa saat mereka memulai membangun, ada banyak hal yang mereka tidak lihat sejak awal. Contohnya, interaksi pihak ketiga, proses pengiriman, utang teknis, infrastruktur dan lain sebagainya.

“Apakah ini sesuatu yang harus difokuskan oleh bank atau mereka harus fokus ke sesuatu yang lain yang akan berbeda? Dan ini mungkin adalah masalah terbesar yang dihadapi bank hari ini,” kata Dutta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement