REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam era digital yang semakin maju, ponsel cerdas tidak lagi hanya menjadi alat komunikasi biasa, tetapi telah berubah menjadi gudang data pribadi dan sarana untuk transaksi finansial yang cepat dan nyaman. Namun, di balik kenyamanan dan kemudahan yang ditawarkan oleh ponsel cerdas, tersembunyi ancaman serius yang dapat mengancam data pribadi, keuangan, dan bisnis pengguna.
Perusahaan keamanan siber Kaspersky, dalam laporannya, Senin (14/8/2023), mengungkapkan, tiga alasan penting mengapa ponsel cerdas memerlukan perlindungan keamanan yang serius. Pertama, ponsel cerdas tidak lagi hanya menyimpan nomor kontak dan pesan teks, tetapi telah berubah menjadi dompet digital yang menyimpan uang masa kini.
Asia Tenggara telah menjadi panggung bagi ledakan adopsi dompet seluler setelah pandemi, dengan lebih dari 86 layanan uang seluler langsung muncul di wilayah ini tahun lalu. Penggunaan e-wallet juga semakin berkembang pesat.
Namun, dengan pertumbuhan ini, timbul risiko keamanan yang serius. Kaspersky mencatat bahwa 1.083 Trojan mobile banking telah diblokir di wilayah Asia Tenggara pada tahun 2022, sementara sebanyak 207.506 insiden malware mobile terjadi.
Kedua, perangkat seluler juga telah menjadi ancaman potensial bagi lingkungan bisnis. Di luar fungsinya sebagai alat komunikasi, ponsel cerdas sering digunakan untuk mengakses email dan aset perusahaan.
Fenomena BYOD (Bring Your Own Device) yang memungkinkan penggunaan perangkat pribadi dalam lingkungan kerja, meskipun memberikan fleksibilitas, juga membawa potensi risiko keamanan. Kaspersky telah mendokumentasikan berbagai kasus serius, termasuk serangan Advanced Persistent Threats (APTs), yang memasuki sistem perusahaan melalui perangkat seluler yang terinfeksi.
Ketiga, identitas digital pengguna semakin terancam dalam era media sosial. Banyak pengguna tidak menyadari bahaya pencurian dan penipuan identitas yang mungkin terjadi melalui platform tersebut.
Penipuan sering terjadi di media sosial, yang lebih mudah diakses melalui perangkat seluler. Kaspersky menunjukkan bahwa satu dari empat pengguna internet di Asia Pasifik telah menjadi korban penipuan identitas.
Studi lain juga mengungkapkan bahwa sekitar 38 persen pengguna media sosial mengaku mengenal seseorang yang telah menjadi korban peretasan data saat menggunakan media sosial. Ancaman ini semakin nyata dengan laporan phishing yang mencapai lebih dari 360.000 upaya pemblokiran pada tahun 2022, sebagian besar berasal dari platform populer seperti WhatsApp, Telegram, dan Viber.
Dalam menghadapi kompleksitas dan berkembangnya ancaman siber, Kaspersky menegaskan perlunya perlindungan keamanan yang komprehensif bagi perangkat seluler.