REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kementerian telekomunikasi Irak baru-baru ini memutuskan untuk memblokir aplikasi pesan populer Telegram. Langkah tersebut dilakukan sebagai tanggapan atas kekhawatiran atas pelanggaran data pribadi dan keamanan nasional.
Menurut kementerian, aplikasi tersebut tidak menangani data pengguna dengan baik. Kementerian juga mengeklaim bahwa pemblokiran itu untuk "menjaga integritas data pribadi pengguna".
Sama seperti aplikasi obrolan sosial lainnya, Telegram banyak digunakan di Irak untuk mengobrol tetapi juga sebagai sumber berita. Menurut Reuters, kementerian menyatakan beberapa saluran memiliki data pribadi yang besar. Ini termasuk data seperti alamat, ikatan keluarga Irak dan sebagainya.
Selain itu Irak menyebut telah meminta aplikasi untuk menutup “platform yang membocorkan data lembaga resmi negara dan data pribadi warga, tetapi perusahaan tidak menanggapi dan tidak berinteraksi dengan permintaan ini.
“Kementerian Komunikasi menegaskan penghormatannya terhadap hak warga negara atas kebebasan berekspresi dan berkomunikasi, tanpa mengurangi keamanan negara dan institusinya,” kata kementerian Irak, dikutip dari laman Gizchina, Rabu (9/8/2023).
Keputusan pemerintah Irak untuk memblokir Telegram diumumkan oleh kementerian telekomunikasi pada 6 Agustus. Salah satu keprihatinan kritis yang diangkat oleh pemerintah Irak adalah masalah pelanggaran data pribadi.
Telegram, seperti banyak aplikasi obrolan populer lainnya, mengumpulkan dan menyimpan data pengguna. Ini termasuk info pribadi seperti nama, nomor telepon, dan bahkan data lokasi.
Pemerintah khawatir data ini dapat disalahgunakan atau diakses oleh individu yang tidak berwenang, sehingga menimbulkan risiko terhadap privasi dan keamanan warganya.
Selain pelanggaran data pribadi, masalah keamanan nasional berperan besar dalam keputusan untuk memblokir Telegram. Pemerintah Irak percaya bahwa fitur enkripsi aplikasi mempersulit pihak berwenang untuk memantau dan melacak potensi ancaman. Kurangnya pengawasan ini berpotensi dimanfaatkan oleh individu atau kelompok dengan niat jahat. Mereka mengklaim bahwa ini dapat menimbulkan ancaman bagi keamanan negara.