Kamis 13 Jul 2023 03:23 WIB

Manusia Terbukti Bisa Dengar Bunyi Kesunyian, Seperti Apa?

Studi terbaru mengungkapkan bahwa otak secara aktif memproses keheningan.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Natalia Endah Hapsari
Studi terbaru membuktikan bahwa kita mendengar keheningan sehingga mungkin ada benarnya frasa suara keheningan/ilustrasi
Foto: Unsplash
Studi terbaru membuktikan bahwa kita mendengar keheningan sehingga mungkin ada benarnya frasa suara keheningan/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Pernahkah Anda mendengarkan bunyi kesunyian? Jika belum pernah, mungkin Anda akan dapat mendengarnya. Sebab, studi terbaru mendapatkan bukti bahwa otak secara aktif memproses keheningan.

Ini dapat menjelaskan alasan kita menaruh perhatian pada jeda yang canggung dalam percakapan, jeda yang menegangkan antara petir, atau keheningan di akhir pertunjukan musik. Klaim tersebut didasarkan pada tujuh percobaan yang melibatkan 1.000 orang dan menunjukkan trik pada pikiran yang bekerja dengan suara dan keheningan.

Baca Juga

Dalam studi, orang juga mengira satu keheningan terus menerus lebih lama dari dua keheningan terpisah yang menunjukkan otak memproses keheningan mutlak dengan cara yang mirip dengan suara. Penulis senior studi dari Johns Hopkins University dr Chaz Firestone mengatakan salah satu alasan frasa suara hening begitu memikat adalah paradoksnya.

“Keheningan adalah tidak adanya suara. Tapi hasil ini menunjukkan kita mendengar keheningan sehingga mungkin memang ada benarnya frasa suara keheningan,” kata Firestone, dilansir Daily Mail, Rabu (12/7/2023).

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, memainkan kesunyian tunggal dan ganda kepada orang-orang di tengah kebisingan latar belakang kereta api, restoran yang sibuk, pasar yang ramai, taman bermain, atau derau putih (white noise).

Orang menilai keheningan tunggal lebih lama dari dua keheningan terpisah ketika diminta untuk membandingkan, seperti yang mereka lakukan dengan suara. Ilusi itu juga bekerja ketika orang diminta untuk menekan tombol berapa lama keheningan berlangsung serta ketika mereka hanya membandingkannya.

Para peneliti mengatakan bukan hal yang mengejutkan bahwa dua keheningan itu dipecah oleh kebisingan yang menyimpangkan penilaian orang dengan mengulangi percobaan suara kicauan burung selama keheningan yang lama.

Mereka juga berulang kali menemukan dua nada elektronik yang dinilai memiliki celah yang lebih besar di antara keduanya saat dimainkan dalam keheningan yang muncul di antara suara lainnya. Ini khususnya terjadi ketika keheningan itu muncul di antara suara-suara lain yang menunjukkan otak secara aktif merasakan keheningan.

Karena dalam kehidupan nyata, suara sehari-hari adalah hiruk-pikuk dan jarang ada keheningan total. Kemudian para peneliti menilai bagaimana reaksi orang ketika suatu kebisingan menjadi sunyi.

Memainkan nada organ bernada tinggi dan gemuruh mesin yang rendah pada saat yang sama, salah satu dari suara ini akan menjadi sunyi beberapa kali. Ketika suara yang sebelumnya tidak keluar dihilangkan, orang menilai itu menjadi sunyi lebih lama daripada ketika suara yang diharapkan menghilang.

Para peneliti menyimpulkan susunan ilusi audio menunjukkan betapa terprogramnya kita untuk merasakan keheningan. “Jenis ilusi dan efek yang terlihat unik untuk pemrosesan pendengaran suara. Kami juga mendapatkannya dengan keheningan yang menunjukkan bahwa kami benar-benar mendengar juga ketiadaan suara,” ujar rekan penulis Profesor Ian Phillips. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement