REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Berbagai kebijakan miliarder Elon Musk dianggap telah cukup mengacaukan Twitter belakangan ini. Sejumlah perubahan yang dibuat Musk dinilai justru membuat para pengguna Twitter semakin merasa diasingkan pleh platform media sosial tersebut.
Kekacauan di Twitter itu pun dilihat semakin membuka pintu lebar atau peluang bagi raksasa teknologi milik Mark Zuckerberg yang sudah bersiap meluncurkan aplikasi saingan Twitter pada pekan ini. Grup Meta milik Zuckerberg, telah mendaftarkan aplikasi baru bernama Threads mirip Twitter buatan Instagram, yang tersedia untuk pre-order di Amerika Serikat dan dirilis Kamis ini.
Elon Musk dan Mark Zuckerberg telah berselisih selama bertahun-tahun. Sekarang ada komentar dari seorang eksekutif Meta yang menyatakan bahwa Twitter tidak dijalankan "secara wajar".
Komentar itu membuat Musk kesal yang pada akhirnya memicu dia dan Zuck saling menawarkan diri untuk duel di ring tinju.
Sejak membeli Twitter tahun lalu seharga 44 miliar dolar AS, Musk telah memecat ribuan karyawan dan menagih pengguna 8 dolar AS per bulan untuk memiliki tanda centang biru dan akun "terverifikasi".
Akhir pekan lalu, Musk membatasi kiriman yang dapat dilihat pembaca dan memutuskan bahwa tidak ada yang dapat melihat tweet kecuali melakukan log in, yang berarti tautan eksternal tidak lagi berfungsi untuk banyak orang.
Dia mengatakan perlu menjalankan server tambahan hanya untuk mengatasi permintaan karena perusahaan kecerdasan buatan (AI) melihat data "tingkat ekstrem" untuk melatih model mereka.
Tetapi banyak yang mencerca gagasan dan kebijakan Musk. Pakar pemasaran, misalnya, menilai Musk telah secara besar-besaran mengasingkan basis penggunanya. Begitu juga menjauhkan para pengiklan yang justru dibutuhkan untuk mendapatkan keuntungan platfrom, seperti dilansir dari laman Japan Today, Kamis (6/7/2023).
Dalam langkah lain yang mengejutkan pengguna, Twitter mengumumkan Senin bahwa akses ke TweetDeck, sebuah aplikasi yang memungkinkan pengguna memantau beberapa akun sekaligus, akan dibatasi untuk akun terverifikasi bulan depan.
John Wihbey, seorang profesor inovasi dan teknologi media di Northeastern University, mengatakan kepada AFP bahwa banyak orang ingin keluar dari Twitter karena alasan etis setelah Musk mengambil alih. Tetapi sekarang, para pengguna juga memiliki alasan teknis untuk meninggalkan Twitter.