REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Kongres Amerika Serikat (AS) tampaknya memiliki batasan ketat dalam penggunaan ChatGPT dan alat AI generatif serupa. Ini diperlihatkan dari memo kepala administrasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Catherine Szpindor yang mengatur persyaratan penggunaan ChatGPT dan model AI serupa di kantor kongres.
“Staf hanya diperbolehkan menggunakan layanan ChatGPT Plus berbayar karena kontrol privasinya yang lebih ketat dan hanya untuk penelitian serta evaluasi,” kata Szpindor, dilansir Engadget, Selasa (27/6/2023).
Para staf tidak dapat menggunakan teknologi sebagai bagian dari pekerjaan sehari-hari mereka. Kantor pusat hanya diperbolehkan menggunakan chatbot dengan data yang dapat diakses publik, termasuk saat menggunakan ChatGPT Plus.
Fitur privasi harus diaktifkan secara manual untuk mencegah interaksi memasukkan data ke dalam model AI. Tingkat gratis ChatGPT saat ini tidak diizinkan, seperti halnya model bahasa besar lainnya.
Kebijakan penggunaan seperti bukanlah hal yang mengejutkan. Institusi dan perusahaan telah memperingatkan agar tidak menggunakan AI generatif karena potensi kecelakaan dan penyalahgunaan.
Ini diperlihatkan dalam beberapa kasus, seperti Partai Republik yang menuai kritik karena menggunakan iklan serangan buatan AI dan staf Samsung diduga membocorkan data sensitif melalui ChatGPT saat menggunakan bot untuk bekerja. Sementara Sekolah telah melarang sistem ini karena masalah kecurangan.
Kebijakan DPR mungkin tidak menghadapi banyak tentangan. Kedua sisi Kongres berusaha untuk mengatur AI. Di DPR, Perwakilan Ritchie Torries memperkenalkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memerlukan penafian untuk penggunaan AI generatif.
Sementara Perwakilan Yvette Clark menginginkan pengungkapan serupa untuk iklan politik. Senator telah melakukan dengar pendapat tentang AI dan mengajukan RUU untuk meminta pertanggungjawaban pengembang AI atas konten berbahaya yang diproduksi menggunakan platform mereka.