Sabtu 15 Apr 2023 13:27 WIB

Dituduh Gunakan Pekerja Anak, Apple Justru Berdalih Gunakan Kobalt Daur Ulang

Lebih dari 70 persen kobalt dunia ditambang di Republik Demokratik Kongo (DRC).

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Natalia Endah Hapsari
Apple dituduh memicu perbudakan dan menggunakan pekerja anak di Kongo/ilustrasi
Foto: Reuters/Michael Dalder
Apple dituduh memicu perbudakan dan menggunakan pekerja anak di Kongo/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Apple mengumumkan rencananya untuk merancang baterai menggunakan kobalt yang sepenuhnya didaur ulang. Rencananya, ini akan diaplikasikan mulai dari 2025, serta menjadi langkah menuju netral karbon pada 2030.

Kobalt adalah unsur kimia yang ditemukan di hampir setiap gawai teknologi yang menggunakan baterai bertenaga litium, seperti ponsel, tablet, dan laptop. Gawai tersebut membutuhkan beberapa gram kobalt, sedangkan kendaraan listrik membutuhkan 22 pound (9,9 kilogram).

Baca Juga

Kobalt juga merupakan logam yang banyak digunakan dalam industri sebagai campuran untuk pembuatan mesin pesawat, magnet, alat pemotong atau penggiling, serta untuk pewarna kaca, keramik, dan cat. 

Dan lebih dari 70 persen kobalt dunia ditambang di Republik Demokratik Kongo (DRC). Apple mengatakan akan menggunakan 100 persen kobalt daur ulang di semua baterai yang mereka rancang, namun langkah ini memunculkan kritik besar tentang praktik penambangan Apple.

Apple dituduh memicu perbudakan dan menggunakan pekerja anak, serta banyak yang menuntut tuntutan hukum yang diajukan oleh kelompok advokat atas nama keluarga Kongo.

Dalam laporan tahun 2016, Amnesty International dan African Resources Watch (Afrewatch) menuduh Apple, Samsung, dan Sony lalai mengawasi pasokan kobalt mereka dari tambang di DRC. Laporan tersebut mengklaim bahwa anak-anak berusia 12 tahun bekerja di bawah tanah menggali logam di pertambangan.

Para peneliti mengklaim telah mengidentifikasi 16 perusahaan elektronik konsumen multinasional yang menjadi klien produsen baterai Asia yang memperoleh kobalt dari perusahaan China tersebut.

Namun, Wall Street Journal melaporkan pada tahun 2018 bahwa Apple mendapatkan kobaltnya dari rantai pasokan yang memiliki tambang bernama Mutoshi di Kolwezi.

Meskipun raksasa teknologi itu tidak secara langsung membeli bahan dari tambang, mereka beli dari pemasok yang memiliki tambang tersebut. Dan pada 2019, Apple termasuk di antara nama-nama yang terdaftar dalam gugatan yang menuduh raksasa teknologi mengeksploitasi pekerja anak untuk mengumpulkan mineral.

Lebih dari selusin keluarga Afrika menggugat Apple, mengklaim anak-anak mereka meninggal atau terluka parah saat menambang kobalt untuk dijual ke raksasa teknologi.

Baru-baru ini, serangkaian foto baru yang diambil dari dalam tambang di DRC oleh dosen Sekolah Pemerintahan Harvard Kennedy, Siddharth Kara, dapat melawan klaim Apple yang menyebut barang-barang mereka bersumber dan dijual secara etis.

Dilansir dari Daily Mail, Sabtu (15/4/2023), dalam foto dan video yang dibagikan pada 30 Januari 2023 dari beberapa tambang terbesar di Afrika, memperlihatkan adegan yang memilukan.

Foto dan video itu menunjukkan anak-anak bertelanjang kaki yang dipenuhi bahan kimia, saat mereka membawa tas berat di atas bahu mereka melintasi medan berbatu hanya dengan upah 2 dolar AS per hari.

Ada juga ibu-ibu yang kelelahan menggendong bayi mereka di samping, terlihat sedang memilah-milah jaring batu, dengan panik mencari kobalt yang berharga. Dan lubang diisi dengan manusia yang berdiri di atas satu sama lain, berharap menemukan mineral tanah yang langka itu.

Kontak yang terlalu lama dengan kobalt dapat menyebabkan penyakit paru-paru, ketulian, dan menurut Kara, yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun di Kongo untuk meneliti subjek tersebut, juga dapat menyebabkan cacat lahir dan berbagai bentuk kanker.

Masalah sosial bukan satu-satunya masalah dengan kobalt, ada juga masalah prosesnya yang mencemari udara, air, dan tanah, menyebabkan tanaman pangan terkontaminasi.

Apple mengatakan telah secara signifikan memperluas penggunaan kobalt daur ulang bersertifikat selama tiga tahun terakhir, sehingga memungkinkan untuk memasukkan semua baterai yang dirancang Apple pada 2025.

Ini tercapai berkat robot pembongkaran iPhone yang memisahkan baterai dari komponen lain. Robot memungkinkan daur ulang khusus untuk memulihkan kobalt dan bahan lainnya, termasuk litium.

Apple mengklaim telah mengekstraksi 24.250 kobalt sejak 2019 dan seharusnya sudah cukup untuk digunakan di semua perangkat pada 2025. Tapi sayang prosesnya lambat untuk sampai ke titik itu. Salah satunya adalah karena sulitnya membujuk konsumen untuk menyerahkan perangkat lama mereka.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement