REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya penyelamatan korban yang tertimbun reruntuhan gempa Turki-Suriah masih terus berlanjut. Di saat yang sama, para tim penyelamat dan relawan juga harus berpacu dengan waktu.
Menurut beberapa ahli, orang-orang yang terjebak di dalam reruntuhan gempa bisa bertahan selama satu pekan atau lebih. Akan tetapi, peluang ini akan sangat dipengaruhi oleh cedera yang dialami korban, bagaimana korban terperangkap, serta cuaca.
Akses terhadap udara dan air juga turut menjadi faktor penentu yang penting. Upaya penyelamatan paling ekstensif biasanya berlangsung dalam kurun waktu 24 jam setelah gempa melanda. Setelah itu, peluang bertahan hidup para korban akan terus menurun seiring dengan bergantinya hari.
"Umumnya, jarang ditemukan korban selamat setelah hari kelima hingga ketujuh, dan sebagian besar tim pencarian dan penyelamat akan mempertimbangkan berhenti setelahnya (setelah hari ketujuh)," jelas pakar kedokteran emergensi dan kebencanaan dari Massachusetts General Hospital, Dr Jarone Lee, seperti dilansir AP, Kamis (9/2/2023).
Meski begitu, bukan berarti tak ada harapan sama sekali bagi para korban untuk selamat setelah satu pekan berlalu. Ada beberapa kisah mengenai korban yang berhasil selamat setelah tertimbun reruntuhan gempa selama lebih dari tujuh hari.
"Sayangnya, ini merupakan kasus yang langka dan tak biasa," kata dr Lee.
Saat ini, salah satu faktor yang mempersulit upaya penyelamatan korban yang terperangkap di dalam reruntuhan gempa adalah cuaca. Seperti diketahui, Turki dan Suriah saat ini sedang diselimuti oleh cuaca yang sangat dingin dan berangin. Suhu udara di sana bisa mencapai di bawah 0 derajat Celsius.