REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Chatbot ChatGPT belakangan ini tengah naik daun. Teknologi kecerdasan buatan (AI)-nya membuat sebagian besar pekerjaan manusia bisa terselesaikan.
Sayangnya, sistem AI-nya yang canggih disebut bisa mengancam sejumlah pekerjaan, terutama di sektor keuangan, hukum, dan teknologi. Hasil survei MLIV Pulse memperlihatkan lebih dari dua pertiga dari 292 responden tidak menganggap pekerjaan mereka berisiko terganti dalam waktu dekat, terutama di sektor keuangan.
Dalam beberapa dekade terakhir, AI memang telah dikembangkan. Namun, belakangan ini lonjakan minat pada AI, khususnya ChatGPT dan DALL-E OpenAI, memicu kegembiraan di kalangan investor yang percaya dapat menghasilkan cuan besar.
Dalam proses survei, para responden MLIV Pulse ditanya apakah jenis teknologi AI ini layak untuk diinvestasikan. Dari hasil survei, terlihat kurangnya penggunaan profesional dari segala jenis AI. Hanya 12 persen mengatakan mereka menggunakan dan 27 persen berencana untuk menggunakan. Bahkan, lebih dari separuh responden tidak mempertimbangkan untuk menggunakan AI.
Para investor dan persaingan antar perusahaan teknologi terlihat sengit dalam mengembangkan teknologi AI mereka. ChatGPT di bawah naungan OpenAI harus bersiap melawan Alphabet, Meta Platforms, dan Amazon.
Namun, alat seperti ChatGPT menyisakan ruang bagi beberapa investor dengan 49 persen responden berencana membeli saham dengan paparan alat AI generatif tersebut. Secara keseluruhan, sekitar 41 persen dari semua responden mengatakan mereka berniat untuk meningkatkan eksposur saham teknologi secara lebih luas, dan 38 persen mengatakan akan bertahan selama enam bulan ke depan.
Dilansir Indian Express, Selasa (7/2/2023), sebelum gelombang minat pada AI melonjak, pertanyaan soal apakah teknologi ini menciptakan peluang pekerjaan lebih banyak atau menggantikannya sudah menjadi topik menarik bagi pekerja dan bisnis. Pada tahun 2023, banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja(PHK) pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Selain itu, perusahaan juga berinvestasi miliaran untuk membangun kemampuan AI mereka. Pada bulan Januari, Alphabet mengumumkan 12 ribu PHK secara global. Namun, pada saat yang sama CEO Sundar Pichai memilih AI sebagai area investasi utama.
Sama halnya dengan Microsoft yang mengumumkan investasi 10 miliar dolar AS di OpenAI hanya beberapa hari setelah memberhentikan 10 ribu karyawan. “Ada perang AI yang sangat menarik yang muncul di antara perusahaan teknologi,” kata Profesor Ilmu Komputer University of Southampton Wendy Hall.