Ahad 05 Feb 2023 16:12 WIB

Ahli Kembangkan Tes untuk Deteksi Autisme dari Sehelai Rambut

Alat tes ini diharapkan dapat mempercepat diagnosis dan intervensi autisme.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Reiny Dwinanda
Anak-anak melihat tembok bertuliskan Autism dalam rangka peringatan Hari Autis Sedunia (ilustrasi). Ilmuwan mengembangkan tes autisme lewat sehelai rambut.
Foto:

Bagaimana cara kerja tes ini?

Manish Arora, salah seorang CEO Tes LinusBio, menjelaskan bahwa tes akan dimulai dengan menganalisis riwayat metabolisme, menjabarkan zat atau racun apa yang telah terpapar pada anak dari waktu ke waktu. Teknologi untuk tes dikembangkan dari penelitian yang dilakukan di Mount Sinai, di mana Arora juga menjabat sebagai profesor kedokteran lingkungan dan kesehatan masyarakat di Icahn School of Medicine at Mount Sinai.

Untuk bayi, rambut dapat memberikan gambaran sekilas pada saat-saat penting pada tahap perkembangan, seperti trimester ketiga kehamilan. Tes tersebut menjalankan laser sepanjang rambut, menggunakan energinya untuk berubah menjadi plasma yang kemudian akan dianalisis.

Menurut Arora, satu sentimeter rambut menangkap kira-kira data paparan selama sebulan. Seperti halnya cincin pohon yang bisa menggambarkan kondisi dan usia pohon, pertumbuhan rambut memungkinkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi di tubuh seseorang pada saat-saat tertentu.

LinusBio mengatakan pengujiannya dapat mengungkapkan metabolisme logam dalam peningkatan empat hingga enam jam. Teknik ini menghasilkan data dalam jumlah besar.

Di situlah alogaritma machine-learning mengambil alih, ia dilatih untuk mencari pola disregulasi pada logam yang diyakini para peneliti sebagai biomarker autisme. "Kami dapat mendeteksi ritme autisme yang jelas hanya dengan sekitar satu sentimeter rambut," kata Arora.

Arora dan timnya berharap teknologi mereka dapat membantu anak-anak kecil, bahkan bayi yang baru lahir, menerima intervensi dini lebih cepat untuk autisme. Ia menyebut gangguan spektrum autisme rata-rata didiagnosis pada saat anak berusia empat tahun.

"Saat itu, sudah banyak perkembangan otak yang terjadi. Kami ingin mengaktifkan intervensi dini," kata Arora.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement