REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat (AS) lewat Departemen Perdagangan Amerika Serikat (AS) National Telecommunications and Information Administration (NTIA) merilis laporan yang menyatakan model toko aplikasi seluler saat ini berbahaya bagi konsumen dan pengembang. NTIA menginginkan adanya perubahan sehingga mengingatkan Apple dan Google untuk mengurangi kesulitan saat bersaing memperebutkan ruang di toko aplikasi.
NTIA mengatakan ini menjadi masalah karena konsumen tidak dapat dengan mudah menggunakan aplikasi dari luar toko aplikasi pada platform Android dan iOS. “Konsumen harus memilih aplikasi mereka yang dijadikan default, menggunakan toko aplikasi seluler alternatif, dan menghapus atau menyembunyikan aplikasi pre-installed,” kata NTIA, dilansir Gizmodo, Ahad (5/2/2023).
Sekarang Android memungkinkan sebagian besar pengguna untuk menerapkan ini. Anda bisa memilih browser dan peluncur seluler default di perangkat apa pun dari pabrikan mana pun dengan akses Play Store. Selain itu, Anda juga dapat mengunduh toko aplikasi lain, seperti F-Droid.
Beberapa antarmuka Android, seperti Samsung OneUI, juga memungkinkan Anda untuk menonaktifkan aplikasi dan menghapus yang dimuat sebelumnya jika tidak digunakan. Sedangkan iPhone Apple, tidak memberlakukan tindakan serupa.
NTIA ingin mengizinkan konsumen agar menghapus aplikasi sepenuhnya dari antarmuka. “Operator toko aplikasi seharusnya tidak dapat memilih sendiri aplikasi mereka dengan cara yang anti persaingan,” ujarnya.
Apple dan Google telah mengungkap penolakan terhadap laporan tersebut sejak diterbitkan. “Kami tidak setuju dengan bagaimana laporan ini mencirikan Android yang memungkinkan lebih banyak pilihan dan persaingan daripada sistem operasi seluler lainnya,” kata juru bicara Google Julie Tarallo McAlister.
Sementara Apple mengatakan aplikasi pihak ketiga termasuk yang paling populer di App Store, berkontribusi pada ekonomi aplikasi yang kuat dan mencakup jutaan aplikasi serta mendukung ratusan ribu pekerjaan di AS.