REPUBLIKA.CO.ID,TOKYO — Dari robot hingga kecerdasan buatan dan pemasaran berbasis blockchain, inovasi teknologi semakin dimanfaatkan di Jepang. Negara yang memiliki julukan negeri matahari terbit itu ingin memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan metode pertanian dan menciptakan industri yang lebih berkelanjutan.
Di antara mereka yang merangkul tren digital adalah Metagri-Labo, sebuah komunitas yang diluncurkan pada Maret 2022. Metagri-Labo bertujuan menggabungkan teknologi pertanian dan blockchain untuk meningkatkan pendapatan pertanian sambil merevitalisasi wilayah regional.
Dilansir Japan Today pada Selasa (17/1/2023), grup ini bekerja untuk membuat keuangan terdesentralisasi (istilah umum untuk interaksi keuangan peer-to-peer menggunakan kontrak pintar) menjadi kenyataan dalam industri pertanian pada 2024, dengan peluncuran proyek token non-sepadan pertamanya dalam kemitraan dengan petani pada April 2022.
Proyek kolaborasi dengan perkebunan semangka Shimada di Prefektur Kumamoto, barat daya Jepang, mengeluarkan 20 NFT "MetagriLabo Suica Collection" edisi terbatas, dengan semangka asli dan manfaat lain yang dikirimkan kepada mereka yang membelinya. Komunitas yang berkembang sejak itu mengeluarkan NFT pertanian serupa untuk petani tomat, anggur, dan padi, dengan penjualan koleksi NFT bertema jeruk untuk mendukung revitalisasi Nakajima, yaitu sebuah pulau di lepas pantai Prefektur Ehime.
Beralih dari dunia maya ke luar angkasa, perusahaan rintisan Japan Aerospace Exploration Agency yang didirikan pada 2019, Tenchijin Inc telah memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dan data yang dikumpulkan dari satelit untuk menilai lahan produksi beras yang optimal. Dikenal sebagai Compass, sistem menganalisis data besar untuk mengidentifikasi kondisi ideal dan metode budidaya untuk menanam beras berkualitas lebih tinggi di lingkungan global, yang berubah karena perubahan iklim.
CEO Tenchijin Yasuhito Sakuraba mengatakan teknologi tersebut menggunakan metode pembelajaran mesin, dengan memperhitungkan segala hal, mulai dari faktor lingkungan, sosial ekonomi, hingga karakteristik penggunaan lahan yang dimaksudkan.
Kembali ke Bumi, perusahaan Emi Lab yang berbasis di Prefektur Nagano sedang mengembangkan robot penyemprot pestisida berbentuk kubus bergerak berdasarkan pesanan, dengan harga masing-masing unit sekitar 2 juta yen (sekitar Rp 235 juta). Kendaraan roda empat, yang dirancang untuk mengangkat beban berat bagi petani tua, lebih efektif menjangkau bagian bawah daun daripada drone udara, dan juga dapat dioperasikan dari jarak jauh.
Setelah rute ditetapkan, robot melacak lokasinya menggunakan GPS dan bergerak dengan kecepatan berjalan kaki. Didukung oleh baterai yang dapat diisi ulang, robot dapat membawa hingga 100 liter larutan kimia. "Kami ingin membuat (robot) menjadi kisah sukses, sehingga para petani akan bersemangat menggunakannya," kata pendiri Emi Lab, Katsuto Arai (43 tahun).