REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Microsoft Corp mengatakan kesepakatan senilai 69 miliar dolar AS untuk membeli pembuat game Call of Duty, Activision Blizzard akan menguntungkan para gamer dan perusahaan game. Microsoft membuat argumen dalam pengajuan untuk meyakinkan hakim di Komisi Perdagangan Federal AS (FTC) agar kesepakatan dapat dilanjutkan.
Sebelumnya, komisaris FTC mengatakan kesepakatan tersebut akan menghambat persaingan di industri game. Dalam pengaduan pada 8 Desember lalu, FTC mengatakan kekhawatirannya bahwa game populer Activision, termasuk World of Warcraft dan Diablo berpontes berhenti ditawarkan pada perangkat yang menyaingi Microsoft Xbox.
Kemudian, pada pertengahan Desember, Presiden Microsoft Brad Smith mengatakan perusahaan telah menawarkan untuk menandatangani keputusan persetujuan yang mengikat secara hukum dengan FTC untuk menyediakan game Call of Duty kepada saingannya, termasuk Sony selama satu dekade.
“Akuisisi satu game oleh pabrikan konsol tempat ketiga tidak dapat menjungkirbalikkan industri yang sangat kompetitif. Khususnya ketika pabrikan telah menjelaskan mereka tidak akan menahan game tersebut," kata Microsoft.
Sementara itu, CEO Activision Bobby Kotick percaya bahwa perusahaan akan menang dalam pertarungan hukum dengan komisi perdagangan. Pemerintahan Biden telah mengambil pendekatan yang lebih agresif dalam penegakan antimonopoli.
Departemen Kehakiman AS baru-baru ini menghentikan merger Penguin Random House senilai 2,2 miliar dolar AS, penerbit buku terbesar di dunia dan saingan AS yang lebih kecil, Simon & Schuster. Kesepakatan Microsoft juga menghadapi pengawasan di luar AS. Uni Eropa mengatakan akan memutuskan pada 23 Maret 2023 apakah akan menghapus atau memblokir kesepakatan tersebut.