Selasa 08 Nov 2022 21:26 WIB

Apa Itu Superbug yang Berpotensi sebagai Silent Pandemic?

Menurut WHO, kematian akibat superbug melebihi covid-19.

Bakteri super (ilustrasi)
Foto: Reuters
Bakteri super (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar mikrobiologi klinis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) dr Yulia Rosa Saharman, Ph.D mengatakan masyarakat harus bijak menggunakan antibiotik. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pandemi baru yaitu "superbug".

"Kita harus bijak menggunakan antibiotik supaya superbug tidak menjadi pandemi baru atau bukan merupakan seperti fenomena gunung es atau 'silent pandemi', yaitu pandemi yang diam-diam tapi membunuh," katanya dalam webinar HUT Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) ke-103, Selasa (8/11/2022).

Baca Juga

Ia menjelaskan superbug adalah istilah untuk mikroorganisme atau bakteri yang sudah resisten atau kebal terhadap antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat seperti terlalu sedikit atau berkepanjangan dan terlalu sering, membuat bakteri yang dulu bisa mati ada yang mencoba mempertahankan bentuknya dengan bermutasi.

"Dia membentuk seperti tameng dan merubah bentuk, jadi antibiotik tidak bisa membunuh bakteri tersebut jadi dia bermutasi dengan bentuknya. Dari dulu sama sudah ada bakterinya tapi sifatnya yang berubah," katannya.

Setiap pekan terakhir bulan November, kata dia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan pekan kesadaran menggunakan antibiotik atau World Antibiotik Awareness Week (WAAW). Tujuannya adalah mencegah dan mengendalikan terjadinya superbug dengan kampanye mulai dari petugas kesehatan kepada masyarakat.

Beberapa penelitian dari data surveilans WHO, kata Yulia, disebutkan angka kematian karena superbug jauh melebihi COVID-19. Maka itu diperlukan kesadaran bagi masyarakat karena di beberapa negara sudah menjadi sebuah pandemi baru.

"Mungkin kita yang selama ini belum terlalu peduli dengan superbug itu, jadi mungkin diharapkan setelah ini teman-teman semua lebih aware dan sadar terhadap adanya bahaya yang mengancam kita," katanya.

Ia juga mengatakan superbug ini bisa dicegah dengan tidak menggunakan antibiotik secara serampangan. Hal lain yang bisa dilakukan masyarakat adalah dengan rajin mencuci tangan dan memakai masker untuk menghindari tertular infeksi bakteri.

"Jadi antibiotik tidak boleh digunakan sembarangan harus dengan resep dokter dan petunjuk dokternya. Misalnya diresepkan antibiotik lima hari jangan diminum hanya satu hari, enggak bisa seperti itu. Itu yang memicu akhirnya superbug berubah bentuk?" kata Yulia Rosa Saharman.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement