Sabtu 05 Nov 2022 17:05 WIB

Bisnis Miliaran Dolar dari Kejahatan Lingkungan

Kejahatan lingkungan adalah bisnis kriminal paling menguntungkan ketiga di dunia.

Pembalakan liar - ilustrasi
Pembalakan liar - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejahatan lingkungan adalah bisnis kriminal paling menguntungkan ketiga di dunia. Namun, hukumannya masih seperti kejahatan kecil. Aktivis berharap undang-undang Uni Eropa yang baru dapat memberikan dampak lebih baik.

Sasa Braun dari tim Interpol telah mengalami banyak hal selama 28 tahun bekerja sebagai penyidik. Namun, enam tahun terakhir bertugas sebagai petugas intelijen kriminal di bidang keamanan lingkungan Interpol, banyak kasus yang sangat mengejutkannya.

Baca Juga

"Kebrutalan dan margin keuntungan di bidang kejahatan lingkungan hampir tak terbayangkan. Kartel telah mengambil alih seluruh sektor pertambangan ilegal, perdagangan kayu, dan pembuangan limbah," katanya dalam konferensi pers baru-baru ini, yang diadakan bersama dengan politisi Jerman.

Braun menyodorkan contoh agar politisi peka terhadap topik tersebut. Desa-desa di Peru menolak penggundulan hutan yang dilakukan oleh geng-geng kriminal,. Sementara armada penangkap ikan ilegal telah membuang kru kapal ke laut untuk menghindari keharusan membayar upahnya. Padahal banyak kayu dan ikan yang diperoleh melalui cara ilegal itu berakhir di Jerman, kata dia.

Kejahatan lingkungan dapat berupa perdagangan satwa liar ilegal, pembalakan liar, pembuangan limbah ilegal, dan pembuangan polutan secara ilegal ke atmosfer, air atau tanah.

Ini adalah bisnis yang menguntungkan bagi jaringan kejahatan transnasional. Perdagangan limbah ilegal, misalnya, bisa mencapai angka 10-12 miliar dolar AS setiap tahunnya, demikian data dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), tahun 2016.

Jaringan kriminal menghemat biaya pembuangan dan mendapatkan izin untuk itu. Untuk beberapa kasus kejahatan jaringan tersebut, keuntungan dari pengelolaan sampah sangat besar, sehingga dianggap lebih menggiurkan daripada perdagangan narkoba.

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement