Jumat 04 Nov 2022 15:22 WIB

Mengenal Keracunan Darah Alias Sepsis, Gejala dan Penyebabnya

Dalam kasus serangan sepsis, waktu memegang peranan sangat penting.

Sepsis, infeksi mematikan yang gejalanya mirip flu (ilustrasi).
Foto:

Masalahnya, laboratorium butuh waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari untuk bisa mengidentifikasi bibit penyakit. Waktu sebanyak itu, tidak dimiliki baik oleh dokter maupun pasien. 

Rumah Sakit Universitas Jena sudah mengembangkan sebuah proses, di mana lewat analisa air seni, dalam waktu beberapa jam saja sudah diperoleh kejelasan. Hanya kalau orang tahu, bakteri mana yang bertanggungjawab untuk sepsis, orang bisa menangani dengan cepat dan terarah.

Penting untuk mengetahui bakteri

Prof. Jürgen Popp yang menjabat sebagai direktur bidang ilmiah pada Klinik Universitas Jena mengungkap, jika bakteri sudah diketahui, dokter kemudian akan mampu memberikan terapi secara terarah. 

Artinya, dia tahu bibit penyakitnya. Dokter tahu apakah kuman resistan terhadap antibiotik, dan dia bisa mencari terapi antibiotika yang sesuai. "Akhirnya pasien akan mendapat terapi yang benar-benar diperlukan," ucap Prof. Jürgen Popp.

Ketika Silvana Schumann berjuang demi hidupnya, tes kilat seperti itu belum ada. Karena antibiotika pertama tidak menolong, infeksi yang diderita Silvana Schumann tidak terkontrol lagi, dan ia mengalami syok sepsis.

Sistem kekebalan tubuhnya memerangi tubuhnya sendiri. Memang, sistem memproduksi antibodi untuk melawan bakteri. Namun, jika sepsis sudah memasuki tahap berat, di dalam tubuh terdapat banyak bakteri, sehingga sistem kekebalan tubuh juga melepas antibodi dalam jumlah sangat besar. 

Ini akhirnya merusak dinding pembuluh darah. Cairan kemudian memasuki jaringan. Darah mengental, sehingga tidak bisa mengangkut oksigen lagi. Akibatnya, organ tidak bisa berfungsi normal. 

Silvana Schumann masih beruntung. Dokter-dokternya mengombinasikan berbagai antibiotika untuk menghentikan infeksi. Ternyata itu ada hasilnya, tapi dengan itu saja, dia belum berhasil melewati bahaya. Selama beberapa pekan dia koma. Ketika dia terbangun, segalanya sudah berubah.

"Dengan cepat saya sadar, seluruh tubuh lumpuh," begitu cerita Silvana Schumann. Dia tidak bisa berbicara akibat pemotongan saluran udara di leher. "Saya merasa tidak bisa apa-apa. Hanya bisa mengharap bantuan orang lain."

Sekarangpun dia tetap merasakan sakit, juga gangguan konsentrasi dan kerap migren. Hidup sehari-hari rasanya berat. Itu semua adalah efek keracunan darah yang muncul belakangan. 

 

 

sumber: https://www.dw.com/id/keracunan-darah-sepsis/a-63589332

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement