Selasa 06 Sep 2022 22:18 WIB

Tokyo akan Manfaatkan Teknologi Hujan Buatan Secara Praktis

Teknologi hujan buatan membantu mengurangi kekurangan air karena curah hujan tipis.

Seorang pejabat venue melihat kursus BMX Freestyle setelah sesi latihan dibatalkan karena hujan, pada Olimpiade Musim Panas 2020, Selasa, 27 Juli 2021, di Tokyo, Jepang. Otoritas Tokyo akan memanfaatkan hujan buatan untuk mengurangi dampak kekeringan.
Foto: AP/Ben Curtis
Seorang pejabat venue melihat kursus BMX Freestyle setelah sesi latihan dibatalkan karena hujan, pada Olimpiade Musim Panas 2020, Selasa, 27 Juli 2021, di Tokyo, Jepang. Otoritas Tokyo akan memanfaatkan hujan buatan untuk mengurangi dampak kekeringan.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Saat dunia menghadapi prospek peristiwa cuaca yang lebih ekstrem termasuk kekeringan, Jepang adalah salah satu dari sejumlah negara yang berupaya memajukan teknologi hujan buatan untuk membantu mengurangi kekurangan air karena curah hujan menipis. Di Tokyo, otoritas metropolitan mendirikan generator hujan buatan pada malam Olimpiade dan Paralimpiade Tokyo pada 2021 dengan tujuan meningkatkan jumlah air yang disimpan di bendungan selama musim kemarau.

Salah satu generator hujan buatan didirikan di dalam gudang yang baru dibangun di dekat Bendungan Ogouchi, tepatnya di hulu sistem Sungai Tama di Okutama, Tokyo barat. Pipa-pipa membentang di sekitar tangki berwarna perak yang terhubung ke atap yang bisa dibuka di fasilitas itu, yang dijuluki "Stasiun Asap Ogouchi".

Baca Juga

"Material yang akan menjadi benih rintik hujan diterbangkan ke langit dari sini," kata kepala kantor pengelolaan waduk Ogouchi Tetsuo Nakamura.

Waduk itu terletak sekitar 65 kilometer sebelah barat ibu kota Jepang. Dalam proses "penyemaian", asap yang dihasilkan dari pembakaran cairan perak iodida yang dicampur dengan aseton dikeluarkan dari generator, dan perak iodida menjadi inti tempat air mengembun membentuk tetesan hujan.

Langkah itu adalah metode modifikasi cuaca yang diakui para ahli memiliki keefektifan yang terbatas dan saat ini hampir tidak ada penerapan praktisnya. Namun demikian, pemerintah Tokyo memiliki tiga generator lagi di lokasi di sisi barat bendungan di Prefektur Yamanashi.

Menurut pemerintah Tokyo, perak iodida adalah zat yang sulit diserap tubuh, dan belum ada laporan tentang efek berbahaya dari hujan buatan terhadap tubuh manusia atau lingkungan.

Tokyo memperkenalkan generator hujan buatan pada 1965. Namun karena generator itu sekarang sudah tua, Tokyo bersama-sama dengan Institut Penelitian Meteorologi dari Badan Meteorologi Jepang mengembangkan generator model baru.

Tokyo mengganti dua generator lamanya dengan biaya 80 juta yen (sekitar Rp 8,48 miliar) sejak 2020.

Dengan menggunakan pengetahuan dari luar negeri, kota ini mampu meningkatkan metode pembakaran dan konsentrasi larutan, memungkinkan cara yang lebih efisien untuk menyebarkan inti rintik hujan daripada biasanya, kata seorang pejabat pemerintah Tokyo. Namun, hanya 5 persen curah hujan yang dapat diharapkan dapat ditingkatkan dengan menggunakan generator hujan itu, dan hanya berhasil bila kondisi cuaca tertentu terpenuhi, seperti arah angin.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement