Perang Rusia-Ukraina yang sedang berlangsung memperlihatkan standar ganda yang diberlakukan oleh perusahaan media sosial besar. Awal tahun ini, Meta mengatakan pidato kebencian anti-Rusia akan diizinkan di platformnya.
"Dalam kasus Rusia-Ukraina, kita telah melihat bagaimana raksasa teknologi mengakui hak Ukraina untuk membela diri dan mengizinkan mereka menyampaikan ujaran kebencian terhadap politisi Rusia, tentara, dan presiden yang mendukung mereka dan hak-hak mereka," ucap Shtay.
Kebijakan media sosial semacam itu mencerminkan pemahaman tentang ketidakseimbangan kekuatan antara warga sipil yang menghadapi kekerasan di tangan otoritas negara yang jauh lebih kuat.
Sensor yang melelahkan
Dilansir MEE, Rabu (10/8/2022), dalam dua tahun terakhir, organisasi Shtaya, 7amleh, telah mendokumentasikan lebih dari 1.400 keluhan perusahaan media sosial yang membatasi konten terkait Palestina. Metode yang sering digunakan untuk membatasi konten Palestina adalah menangguhkan akun atau memaksa mereka menghapus postingan mereka.
Shtaya mengaku para aktivis Palestina harus memikirkan cara baru agar bisa mendokumentasikan pelanggaran hak. “Sudah lama para aktivis mengubah cara mereka menulis kata-kata. Ini melelahkan dan tidak boleh berlanjut. Warga Palestina, seperti pengguna lain, seharusnya bisa menggunakan platform secara normal,” tuturnya.
Pemerintah Israel sangat mahir dan agresif dalam membuat perusahaan media sosial menghapus konten Palestina karena berusaha membentuk narasi online. Tahun lalu, Dewan Pengawas Meta merekomendasikan agar laporan disalurkan tentang moderasi konten mengenai Israel dan Palestina.
"Laporan ini harus jelas tentang bagaimana bahasa Arab dimoderasi secara berbeda dari bahasa Ibrani. Ini membuat orang Palestina menghadapi penegakan yang berlebihan pada platform ini,” tambahnya.