REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate berencana menggabungkan ribuan aplikasi pemerintah dalam aplikasi super atau super apps. Rencananya akan ada 8 hingga 10 aplikasi menggantikan 24 ribu aplikasi pemerintah saat ini. Sifatnya terintegrasi dari pusat ke daerah.
Rencana tersebut mendapat respon dari sejumlah pihak. Pengamat merasa skeptis kebijakan aplikasi terintegrasi super apps akan berjalan mulus akibat masih tingginya ego sektoral. Keamanan data warga negara pun jadi pertanyaan utama.
Kominfo dinilai belum mampu menjadi pemimpin satu data di Indonesia, demikian menurut peneliti digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda.
"Kominfo tidak bisa cepat. Saat ini ego sektoral masih sangat tinggi. Contohnya saja, data e-KTP itu aksesnya Dukcapil dan Kemendagri, apa Kominfo bisa masuk? Tidak. Kemudian ada aplikasi perpajakan di Dirjen Keuangan, apakah bisa ke Kominfo?" ujar Nailul Huda.
Menurut Nailul, yang harus pemerintah lakukan saat ini adalah memilah aplikasi yang sudah tidak digunakan untuk segera dimatikan dan menggabungkan beberapa aplikasi yang relevan. Misalnya, aplikasi yang ada beberapa direktorat kementerian digabungkan dalam satu.
Namun jika aplikasi yang dibuat dapat memberikan dampak besar bagi masyarakat, Nailul menilai hal-hal tersebut tidak masalah. "Misalnya ada desa yang membuat aplikasi e-commerce untuk daerahnya saja, tidak masalah. Karena selama milik desa maka tidak ada biaya administrasi yang dibebankan ke penjual."
Pemerintah juga bisa berkolaborasi dengan pihak swasta sehingga dapat menghemat anggaran dengan tetap mengedepankan keamanan data, ujarnya.