REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Varian BA.5 dari keluarga omicron adalah varian terkini virus corona yang memicu gelombang baru Covid-19 di seluruh dunia. Menurut laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), varian itu berada di balik 52 persen kasus pada akhir Juni, naik dari 37 persen dalam sepekan.
Di Amerika Serikat, varian ini diperkirakan menjadi penyebab sekitar 65 persen kasus Covid-19. Sementara itu, di Indonesia, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan distribusi subvarian BA.4 dan BA.5 mendominasi sekitar 81 persen dari varian penyebab kasus Covid-19 nasional.
Angka kasus meningkat
BA.5 bukan varian baru. Pertama kali ditemukan pada Januari, varian itu telah dipantau oleh WHO sejak April.
BA.5 adalah saudara dari omicron, varian yang mendominasi dunia sejak akhir 2021. Subvarian omicron ini menjadi pemicu lonjakan kasus di banyak negara, termasuk Afrika Selatan tempat varian itu pertama ditemukan.
Selain itu, Inggris dan Australia juga diusik BA.5. Kasus-kasus infeksi virus corona di seluruh dunia kini meningkat selama empat pekan berturut-turut, menurut data WHO.
Kenapa cepat menyebar?
Seperti saudara dekatnya, BA.4, subvarian BA.5 memiliki kemampuan yang baik untuk menghindari perlindungan imun yang diperoleh dari vaksinasi atau infeksi sebelumnya. Dengan kemampuan itu, BA.5 memiliki kelebihan dalam penyebaran dibandingkan dengan turunan-turunan omicron yang beredar, menurut Maria Van Kerkhove selaku kepala tim teknis bidang Covid-19 di WHO dalam jumpa pers, Selasa.
Bagi kebanyakan orang, hal itu berarti varian itu mampu menginfeksi ulang seseorang, meskipun orang tersebut baru saja sembuh dari Covid-19. Van Kerkhove mengatakan WHO sedang mendalami laporan kasus-kasus infeksi berulang.
"Kami punya cukup bukti bahwa orang-orang yang pernah terkena omicron terinfeksi lagi dengan BA.5, tak ada keraguan tentang hal itu," kata Gregory Poland, pakar virologi dan peneliti vaksin di Mayo Clinic di Rochester, Minnesota.
Jika BA.5 menjadi varian yang umum ditemukan sekarang, hal itu semata-mata karena banyak orang pernah terinfeksi omicron, menurut para peneliti.