Selasa 12 Jul 2022 20:46 WIB

Startup Jepang targetkan Angkut Sampah Antariksa dengan Laser

Sampah antariksa semakin banyak dalam beberapa dekade terakhir.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani / Red: Dwi Murdaningsih
Sampah antariksa di sekitar bumi/ilustrasi
Foto: afp
Sampah antariksa di sekitar bumi/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perusahaan rintisan di Jepang mencoba membayangkan cara untuk mengatasi masalah lingkungan yang berkembang, yakni sampah antariksa. Sampah seperti satelit bekas, bagian roket, dan puing-puing dari tabrakan telah menumpuk sejak zaman ruang angkasa dimulai.

Sampah semakin banyak dalam beberapa dekade terakhir. “Kita memasuki era ketika banyak satelit akan diluncurkan satu demi satu. Ruang angkasa akan menjadi semakin ramai,” kata Miki Ito, manajer umum di Astroscale, sebuah perusahaan yang didedikasikan untuk “keberlanjutan luar angkasa”, dilansir dari Japan Today, Selasa (12/7/2022).

Baca Juga

Badan Antariksa Eropa (ESA) memperkirakan bahwa sekitar satu juta keping puing yang lebih besar dari satu sentimeter berada di orbot Bumi. Ukuran itu cukup besar untuk “menonaktifkan pesawat ruang angkasa”.

Sampah antariksa ini sudah menyebabkan masalah, dari nyaris celaka pada Januari yang melibatkan satelit China, hingga lubang lima milimeter yang menabrak lengan robot di Stasiun Luar Angkasa Internasional tahun lalu.

“Sulit untuk memprediksi dengan tepat seberapa cepat jumlah puing-puing ruang angkasa akan meningkat,” kata Toru Yamamoto, seorang peneliti senior di Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA).

Keberadaan satelit penting untuk GPS, broadband dan data perbankan. Tabrakan dengan sampah antariksa berpotensi menimbulkan risiko yang signifikan di Bumi. Tadanori Fukushima telah melihat skala masalah dalam pekerjaannya sebagai insinyur dengan operator satelit dan penyiar SKY Perfect JSAT yang berbasis di Tokyo.

“Sebuah satelit stasioner akan mendapatkan sekitar 100 peringatan ‘mendekati puing’ setahun,” katanya kepada AFP.

Pedoman pembuangan satelit” internasional mencakup aturan seperti memindahkan satelit bekas ke 'orbit kuburan'. Namun, peningkatan puing berarti lebih banyak dibutuhkan, kata para ahli.

Fukushima meluncurkan start-up-in-house pada tahun 2018 dan membayangkan menggunakan sinar laser untuk menguapkan permukaan puing-puing ruang angkasa. Sinar laser ini menciptakan pulsa energi yang mendorong objek ke orbit baru.

Laser yang menyinari berarti tidak perlu menyentuh puing-puing yang umumnya dikatakan bergerak sekitar 7,5 kilometer per detik-jauh lebih cepat daripada peluru. Untuk saat ini, proyek ini masih eksperimental.

Namun, Fukushima berharap untuk menguji gagasan tersebut di luar angkasa pada musim semi 2025, bekerja sama dengan beberapa lembaga penelitian. Beberapa proyek lebih jauh, termasuk “truk derek” antariksa Astroscale, yang menggunakan magnet untuk mengumpulkan satelit yang tidak berfungsi.

“Jika mobil mogok, hubungi layanan truk derek. Jika satelit rusak dan tetap di sana, berisiko bertabrakan dengan puing dan perlu segera dikumpulkan,” jelas Ito.

Perusahaan tersebut melakukan uji coba yang sukses tahun lalu dan membayangkan suatu hari nanti akan melengkapi satelit pelanggan dengan "pelat dok" yang setara dengan kait truk derek. Ini memungkinkan pengumpulan di kemudian hari.

Astroscale, yang memiliki kontrak dengan ESA, merencanakan tes kedua pada akhir 2024 dan berharap untuk meluncurkan layanannya segera setelah itu. 

Badan antariksa memiliki program mereka sendiri. JAXA berfokus pada puing-puing besar lebih dari tiga ton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement