REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Portugal melakukan penelitian tentang cacar monyet dan diterbitkan dalam jurnal Nature Medicine. Studi ini menawarkan pandangan paling mendalam pada susunan genetik virus tersebut.
Para ilmuwan menulis dalam makalah studi mereka, kemungkinan virus itu diimpor dari negara endemik cacar monyet seperti Nigeria, tetapi mereka tidak dapat mengesampingkan kemungkinan lain.
Para ilmuwan juga memikirkan kemungkinan virus menyebar secara diam-diam, melalui transmisi manusia atau hewan lain di negara-negara nonendemik seperti Inggris atau Singapura, setelah wabah 2018-2019. Para peneliti juga belum menemukan kejelasan, apakah varian virus yang bermutasi lebih ganas dari versi aslinya.
"Para penulis menggambarkan jumlah mutasi virus yang sangat tinggi, tetapi implikasinya terhadap tingkat keparahan penyakit atau penularannya tidak jelas,” papar Hugh Adler, seorang peneliti di Liverpool School of Tropical Medicine yang memberikan tanggapan pada makalah tersebut. Dia tidak terlibat dalam penelitian.
"Kami belum mengidentifikasi perubahan tingat keparahan penyakit klinisnya pada pasien yang didiagnosis dalam wabah saat ini," jelas Adler. Ia telah bekerja dengan pasien cacar monyet di Inggris selama wabah sebelumnya.
Riset cacar monyet 'masih dalam tahapan dini'
Cacar monyet adalah virus zoonosis DNA untai ganda. Virus DNA bermutasi lebih lambat daripada virus RNA, seperti yang menyebabkan COVID-19. Namun, kita umumnya kurang banyak pengetahuan tentang virus ini. Para peneliti di Portugal hanya mengutip satu studi lain tentang genetika virus.
Adler mengatakan studi tentang genetika virus "masih dalam tahapan awal."
"Kami memiliki sekuens genom, jadi kami mengetahui seperti apa gen tersebut,” kata Adler.
Namun, kata dia, untuk benar-benar memahami, apa yang virus ini lakukan dan implikasinya pada evolusi, jika gen berubah, sejauh ini hanya ada sedikit penelitian yang sudah dilakukan, dibandingkan dengan banyak virus besar lainnya yang kita ketahui.
Adler mengatakan, penelitian oleh tim Gomes di Portugal telah memberikan wawasan baru yang "menarik" tentang biologi cacar monyet. Namun, Adler jga menyoroti, penelitian itu dilakukan karena karena kasus penyebaran virus saat ini terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi.
"Jika komunitas global mengalokasikan sumber daya ilmiah yang sama, untuk wabah cacar monyet di Afrika, kita mungkin sudah memiliki basis pengetahuan yang lebih kuat," kata Adler.
Cacar monyet pertama kali ditemukan pada seekor monyet pada tahun 1958 dan kasus infeksi pertama pada manusia ditemukan pada tahun 1970 pada seorang bocah di Republik Demokratik Kongo.
sumber: https://www.dw.com/id/virus-cacar-monyet-bermutasi-dengan-cepat/a-62392952