REPUBLIKA.CO.ID, ROTTERAM – Polisi Belanda memanfaatkan deepfake untuk “menghidupkan” kembali bocah laki-laki berusia 13 tahun yang tewas hampir dua dekade lalu. Setelah menggunakan teknologi itu, polisi mendapatkan sejumlah informasi terkait kasus itu. Deepfake adalah teknologi yang digunakan untuk sintesis citra manusia berdasarkan kecerdasan buatan.
Bocah yang bernama Sedar Soares ditembak mati pada tahun 2003 saat melempar bola salju dengan teman-temannya di tempat parkir stasiun metro Rotterdam. Namun, hingga kini, polisi belum menemukan pelaku di balik pembunuhan tragis itu.
Kini atas izin keluarga korban, polisi membuat video yang memperlihat sosok Sedar meminta masyarakat untuk membantu menyelesaikan cold case itu. Gambar Sedar tampak sangat hidup di video dan menyapa kamera serta mengambil bola.
Ditemani iringan musik, dia berjalan di lapangan melewati mantan guru dan teman-temannya. “Seseorang pasti tahu siapa yang membunuh saudaraku tersayang. Oleh karena itu, dia “dihidupkan” kembali. Apakah kamu tahu lebih banyak? Ungkapkanlah,” kata Sedar sebelum gambarnya menghilang dari lapangan. Video itu juga memberikan rincian kontak polisi.
Juru bicara kepolisian Rotterdam Lillian van Duijvenbode mengatakan sehari setelah video deepfake dirilis, pihak kepolisian menerima sejumlah informasi. “Kami belum memeriksa apakah informasi ini dapat digunakan sebagai petunjuk atau tidak,” kata Lillian, dikutip The Guardian, Selasa (24/5/2022).
Awalnya, polisi percaya Soares ditembak karena dia melemparkan bola salju ke sebuah kendaraan. Namun, sekarang polisi mengatakan dia merupakan korban dari “ripdeal,” ketika anggota geng kriminal saling merampok. Polisi percaya Soares adalah korban yang bernasib buruk dan sekarang mencari kesaksian dari individu yang tahu tentang “ripdeal” selain saksi penembakan.