Rabu 11 May 2022 08:59 WIB

Ragi Roti dan Minyak Esensial Bisa Atasi Nyamuk Sekelas Aedes Aegypti

Ilmuwan muda temukan racikan ragi roti dan minyak esensial untuk atasi nyamuk.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Ilmuwan muda temukan racikan ragi roti dan minyak esensial untuk atasi nyamuk.
Foto: Pixabay
Ilmuwan muda temukan racikan ragi roti dan minyak esensial untuk atasi nyamuk.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang ilmuwan muda, Aseel Rawashdeh menyita perhatian setelah mengungkap temuan untuk mengatasi nyamuk penyebab penyakit. Gadis berusia 17 tahun itu melakukan eksperimen dengan ramuan ragi roti dan minyak esensial yang murah dan ramah lingkungan.

Ilmuwan muda, dari LC Anderson High School di Austin, Texas itu menargetkan spesies nyamuk Aedes, yang dikenal dengan penularan demam kuning, demam berdarah, dan virus lainnya. Nyamuk jenis ini bisa mati jika menelan larvasida buatannya. Sementara spesies nyamuk yang bermanfaat seperti Toxorhynchites rutilus, bisa selamat. Larvisida yang menargetkan nyamuk penyebar penyakit tetapi aman bagi spesies yang bermanfaat, cukup sulit ditemukan selama beberapa dekade.

Baca Juga

"Tidak ada agen tunggal atau peluru perak tunggal yang akan melenyapkan mereka semua. Jadi itulah mengapa kami menyelidiki berbagai alat untuk membantu kami melawan mereka," jelas Anita Schiller, direktur Harris County Precinct 4 Biological Control Initiative (HCP4-BCI) di Houston, Texas. 

Lebih dari satu juta orang meninggal karena penyakit yang dibawa nyamuk seperti West Nile, demam berdarah, Zika, demam kuning, malaria, dan filariasis limfatik setiap tahunnya. Rawashdeh ingin mencegah penularan penyakit yang dibawa nyamuk dari sumbernya.

"Ini hampir seperti teka-teki Saya punya ide tentang bagaimana saya ingin berkontribusi solusi untuk masalah saat ini. Tapi kemudian pertanyaannya adalah bagaimana saya sampai di sana? Bagaimana saya mencapai tujuan akhir itu?" kata Rawashdeh, seperti dilansir dari Smith Sonian Mag, Rabu (11/5/2022).

Dalam penelitiannya, Rawashdeh turut mengacu sebuah studi tahun 2014 tentang membuat umpan menggunakan ragi. Karena beberapa nyamuk di alam liar sudah memakan ragi, Rawadesh pun berpikir jika menyembunyikan larvasida seperti minyak esensial di dalam ragi, dapat menargetkan spesies tertentu.

Eksperimen Rawashdeh adalah hal baru dalam metode enkapsulasi minyak esensial ke dalam ragi, sehingga nyamuk Aedes yang menyebarkan penyakit akan menelannya, sementara organisme lainnya, tidak. Sebuah makalah yang diterbitkan di Plant Metabolism and Chemodiversity pada tahun 2021 menemukan bahwa menggunakan minyak esensial yang berasal dari spesies tanaman Piper sebagai larvasida, efektif untuk menargetkan nyamuk Aedes yang telah menjadi resisten terhadap piretroid. 

"Minyak esensial benar-benar bisa menjadi racun bagi serangga," kata Lindsay Baxter, ahli entomologi yang mengkhususkan diri pada penyakit yang ditularkan melalui vektor di Cornell University. 

Rawashdeh menggunakan pipet kecil untuk memindahkan larva ke dalam cangkir kertas. Untuk membuat larvasida buatan sendiri, Rawashdeh mencampurkan minyak atsiri dengan ragi dan air. Kemudiam menempatkan media ke dalam inkubator yang dikocok, membiarkannya terendam selama 10 jam pada suhu 45 derajat Celcius. Dia menguji minyak esensial termurah seperti peppermint, eucalyptus, jeruk dan bawang putih. 

Rawashdeh menguji larva dalam satu set kontrol. dengan minyak esensial saja, dengan ragi saja, dan bakteri Bacillus thuringiensis subspesies israelensis (Bti). Dia menaburkan bubuk larvasida di atas air gelas berisi larva Aedes. Hasilnya menjanjikan. 

Setelah larva diberi umpan, minyak atsiri di dalamnya menyebabkan neurotoksisitas dan kerusakan usus tengah dan trakea, antara lain perubahan morfologi yang belum tercatat dalam literatur pada larva spesies nyamuk Aedes. Rawashdeh mencatat bahwa beberapa larva mati sementara yang lain gagal tumbuh menjadi kepompong.

Dia juga menguji larvasidanya pada spesies yang bermanfaat seperti kutu air dan pembunuh nyamuk. Ketika kutu air memakan larvasida, tidak ada perubahan morfologi pada perut atau kematian mereka, tetapi kecepatan berenang mereka sedikit lesu. 

"Saya menemukan bahwa ini adalah larvasida pertama yang dapat diakses yang tidak mempengaruhi Toxorhynchites rutilus," kata Rawashdeh.

Inovasi Rawashdeh memenangkan urutan keenam dalam Pencarian Bakat Sains Regeneron tahun ini, kompetisi sains dan matematika paling bergengsi dan tertua di negara itu untuk ilmuwan muda yang menjanjikan di tahun senior mereka. Pemenang pertama jatuh kepada Christine Ye, seorang siswa senior di Eastlake High School di Sammamish, Washington, untuk penelitiannya tentang gelombang gravitasi dari tumbukan yang disebabkan oleh bintang-bintang neutron.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement