Kamis 05 May 2022 00:51 WIB

Suhu Ekstrem Landa Asia Selatan, Dunia Diminta Segera Adaptasi Iklim

India dan Pakistan menjadi negara terakhir yang dilanda suhu panas mematikan.

Seorang wanita memanen gandum di pinggiran Jammu, India, Kamis, 28 April 2022. Gelombang panas yang luar biasa awal dan memecahkan rekor di India telah mengurangi hasil gandum, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana negara akan menyeimbangkan kebutuhan domestiknya dengan ambisi untuk meningkatkan ekspor dan menutupi kekurangan akibat perang Rusia di Ukraina.
Foto:

Dalam sebuah riset oleh UCSB yang dirilis tahun ini, Carleton ikut menyimpulkan dua faktor utama yang krusial bagi sebuah kota untuk beradaptasi dengan iklim yang ekstrem: uang dan potensi munculnya gelombang panas. 

Uang menentukan kualitas teknologi yang mampu dibeli untuk melindungi mereka yang paling rentan. Jika dana adaptasi ini tidak dibiayai pemerintah, maka setiap orang harus membiayai perlindungannya secara mandiri, kata Carleton. Situasi ini terutama menempatkan kaum miskin di bawah ancaman genosida iklim. 

"Proyeksi kami cendrung memprediksi lonjakan angka kematian (akibat bencana iklim) di wilayah miskin dan peningkatan biaya adaptasi iklim di kawasan kaya,” katanya lagi.

Solusi ekologis sejukkan kota

India yang rajin dilanda suhu panas ekstrem sedang mengupayakan solusi berbiaya murah untuk membantu warga miskin mendinginkan ruangan. "Fokusnya sudah bergeser sejak beberapa tahun terakhir dengan menitikberatkan pada langkah proaktif,” kata Polash Mukherjee, Direktur Lembaga Ketahanan Iklim dan Polusi Udara di Dewan Perlindungan Sumber Daya Alam India.

Langkah itu mencakup perubahan regulasi yang mewajibkan konstruksi baru menggunakan insulasi yang lebih baik dan menaati kebijakan atap dingin oleh pemerintah.

Pemerintah kota di berbagai negara juga mulai mengadopsi solusi yang lebih luas. Tokyo misalnya memperkenalkan aspal dingin yang dengan lapisan antipanas. Adapun kota Medellin di Kolombia menanam "koridor hijau” untuk melindungi kawasan pedestrian dari sengatan matahari.

Sementara kota Toronto di Kanada menawarkan bantuan keuangan bagi warga untuk menghijaukan atap rumah. Namun, meski sebagian wilayah di Bumi bisa beradaptasi dengan suhu panas ekstrem, sebagian besar ilmuwan mengingatkan agar pemerintah tidak lupa mengentaskan akar masalah kemunculan gelombang panas, yakni krisis iklim.

Aditi Mukherji yang ikut menyusun bab kelautan dalam laporan terbaru Panel Iklim PBB (IPCC), mengatakan tanggungjawab untuk mengupayakan solusi iklim tidak bisa dibebankan kepada mereka yang paling rentan dan sekaligus paling minim menyumbang emisi Karbondioksida.

"Saya merasa jika sudah menyoal gelombang panas ekstrem seperti sekarang ini, satu-satunya solusi adalah bahwa negara-negara industri, yang selama ini menciptakan emisi dalam jumlah besar, harus berhenti menggunakan bahan bakar fosil,” katanya. 

 

 

sumber: https://www.dw.com/id/suhu-ekstrem-di-asia-selatan-desakkan-adaptasi-iklim/a-61672502

sumber : DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement