REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan jaringan Base Transceiver Station (BTS) 4G tahap 1 di wilayah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) telah tercapai 86 persen. Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Anang Latif mengungkapkan pemerintah mengebut pembangunan BTS 4G agak merata di Tanah Air.
Saat ini, sebanyak 1.900an lokasi telah on air dari target keseluruhan 4.200 lokasi pada tahun 2022. Anang mengatakan pembangunan fase 1 tersebut terus dikebut dan ditargetkan selesai 100 persen pada tahun 2022.
Sementara, untuk pembangunan BTS 4G tahap 2 di 3.704 lokasi, akan dilakukan bertahap sesuai dengan ketersediaan fiskal.
"Tahun 2022, anggaran yang ada akan dialokasikan untuk pembangunan BTS 4G di 2.300 lokasi," ujarnya.
Anang menyatakan, pembangunan BTS 4G didukung alokasi dana APBN secara bertahap yang disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah. Menurutnya, APBN yang dialokasikan untuk pembangunan 4.200 BTS 4G sebesar Rp11 Triliun.
Ia mengungkap, salah satu komponen terbesar adalah untuk biaya logistik pengiriman material.
"Karena banyak lokasi pembangunan yang belum terdapat infrastruktur fisik dasar, seperti jalan, sehingga harus ditempuh dengan menggunakan helikopter," katanya.
Kementerian Kominfo memberikan apresiasi atas dukungan operator seluler untuk penyediaan sinyal di wilayah 3T. Menurutnya, operator seluler dan vendor sangat mendukung program penyediaan sinyal.
"Saat ini, masyarakat di beberapa wilayah 3T sudah mulai memanfaatkan jaringan BTS yang telah dibangun oleh BAKTI. Pembayaran kepada para vendor tidak mengalami kendala karena anggaran telah tersedia dan termin pembayaran progress telah diatur di dalam kontrak," ungkapnya.
Anang Latif mengakui pembangunan infrastruktur digital di desa-desa terpencil bukan hal yang mudah. Sebab, tantangan kondisi geografis alam, persoalan logistik, transportasi, dan ketersediaan SDM menjadi kendala tersendiri.
Sementara, BAKTI Kominfo memang fokus membangun BTS 4G di wilayah 3T yang sangat sulit dijangkau. Bahkan, banyak desa yang belum memiliki infrastruktur jalan yang layak dan aliran listrik.
"Sehingga pengiriman material ke lokasi BTS 4G banyak dilakukan dengan berjalan kaki dan menggunakan gerobak atau menggunakan perahu-perahu tradisional untuk menyeberangi lautan atau sungai-sungai," katanya.
Ia mengungkap, di wilayah pegunungan Papua memerlukan transportasi udara untuk sarana pengangkutan material dan peralatan. Ketersediaan transportasi tidak sebanding antara jumlah material dan selama pandemi Covid-19, pembatasan mobilitas orang dan barang juga mempengaruhi kegiatan supply chain pembangunan BTS.
Selain itu, di level global, Anang menyatakan saat ini terjadi kelangkaan pasokan microchip yang berdampak pada ketersediaan beberapa perangkat telekomunikasi.
"Adanya kelangkaan yang terjadi secara global (global shortage) pada supply microchip juga berdampak pada supply beberapa perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam pembangunan BTS," katanya.