REPUBLIKA.CO.ID, JAHRA -- Kondisi sangat panas terjadi di musim panas lahun lalu di Kuwait. Peristiwa ini bahkan membuat burung-burung mati jatuh dari langit. Kuda laut seperti direbus sampai mati di teluk dan kerang mati melapisi bebatuan, cangkangnya terbuka seperti dikukus.
Kuwait mencapai suhu 53,2 derajat Celcius, menjadikannya salah satu tempat terpanas di bumi. Rekor gelombang panas yang membakar Kuwait setiap musim telah tumbuh begitu parah sehingga orang semakin merasa tidak tahan.
Sementara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar energi terbarukan yang tumbuh cepat, saat ini, Kuwait terus membakar minyak. Lapisan polusi padat menyelimuti jalan-jalan.
Limbah mengalir ke teluk yang mengepul. Bangkai ikan yang hanyut ke pantai menghasilkan bau busuk, yang digambarkan oleh para aktivis sebagai manifestasi tajam dari politik negara.
"Ketika Anda berjalan di tepi teluk, terkadang Anda ingin muntah. Para pelaku kekerasan menang, dan saya berkecil hati setiap hari," kata advokat lingkungan Kuwait Bashar Al Huneidi.
Pada akhir abad ini, para ilmuwan mengatakan berada di luar ruangan bisa mengancam jiwa warga Kuwait. Sebuah studi baru-baru ini juga menghubungkan 67 persen kematian terkait panas di ibu kota Kuwait berhubungan dengan perubahan iklim.
Namun, Kuwait tetap menjadi salah satu produsen dan pengekspor minyak utama dunia dan per kapita. Perdana Menteri Kuwait Sabah Al-Khalid Al-Sabah menawarkan janji tahunan untuk mengurangi emisi sebesar 7,4 persen pada 2035.
"Kami sangat terancam. Responsnya sangat tidak terlihat sehingga tidak masuk akal," kata konsultan lingkungan Samia Alduaij.