Senin 21 Mar 2022 16:44 WIB

Nggak Pakai Pawang, Begini Cara Menahan Hujan dengan Teknologi

Aplikasi rekayasa cuaca banyak digunakan untuk menambah curah hujan.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
Hujan deras/ilustrasi
Foto: Flickr
Hujan deras/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Acara yang diselenggarakan di ruang terbuka menimbulkan kekhawatiran akan cuaca yang bisa berubah secara mendadak. Untuk mengatasinya, biasanya menggunakan pawang hujan.

Tanpa menggunakan pawang hujan, pemerintah memanfaatkan teknologi yang bernama Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Menurut situs Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TMC merupakan salah satu upaya untuk memodifikasi cuaca dengan tujuan tertentu agar mendapatkan kondisi cuaca yang diinginkan. Hasil akhir dari TMC bisa berupa peningkatkan atau penurunan intensitas curah hujan di suatu tempat.

Baca Juga

Koordinator Lab Pengelolaan TMC Budi Harsoyo mengatakan aplikasi TMC lebih banyak digunakan untuk menambah curah hujan. Ini berfungsi untuk mengelola sumber daya air di sejumlah waduk atau danau strategis, misalnya di Waduk Saguling, Jawa Barat untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Namun, TMC juga digunakan dalam acara-acara tertentu yang berguna untuk mengurangi curah hujan atau mengeliminasi suatu lokasi agar curah hujan yang ada bisa berkurang. Contoh penggunaan TMC untuk suatu acara, seperti di Sirkuit MotoGP Mandalika.

Secara umum, ada dua metode yang digunakan untuk mengaplikasikan TMC di Indonesia. Pertama menggunakan metode dinamis dengan pesawat. Ada dua bahan semai yang digunakan, yaitu bahan semai bubuk atau powder seperti yang digunakan di Mandalika dan bahan semai flare atau suar yang dibakar.

“Bedanya kalau menggunakan powder, kami taburkan di sekitar puncak awan. Jadi ketinggian penerbangan sekitar 9.000 hingga 11.000 kaki supaya bahan semai masuk ke dalam awan. Sedangkan kalau bahan semai flare, kami terbang di ketinggian 2.500 hingga 3.500 kaki di area dasar awan sehingga asapnya masuk ke dalam awan,” kata Budi kepada Republika.co.id, Senin (21/3).

Metode lain yang digunakan adalah metode statis dengan wahana Ground Based Generator (GBG) dan bahan semai flare. Metode statis digunakan untuk di daerah yang memiliki topografi tinggi yang bertujuan untuk pemanfaatan awan yang tumbuh di sekitar gunung. 

“Kalau dengan metode statis, kami hanya bisa menunggu awan tetapi kalau dinamis yang menggunakan pesawat, kami bisa mengejar target awan yang ada di mana pun sesuai kebutuhan. Yang sering digunakan adalah metode pesawat,” ujarnya.

Budi menambahkan, ketika TMC digunakan dalam acara, itu tidak menggeser awan tetapi mempercepat terjadinya hujan yang bisa dipantau dari data radar. Misal, ada awan yang bergerak ke arah Mandalika, pihaknya akan segera melakukan eksekusi penyemaian supaya awan itu jatuh menjadi hujuan terlebih dulu di luar Mandalika.

“Karena inti dari TMC dengan menambahkan partikel bahan semai ke dalam awan untuk mempercepat proses fisika dalam awan, mempercepat proses tumbukan dan penggabungan yang menjadi proses hujan,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement