Sabtu 12 Mar 2022 03:57 WIB

Perubahan Iklim Bikin Siklus Air di Bumi Kacau, Ini Dampaknya

Perubahan iklim ini telah menaikkan siklus air global sebesar 7,4 persen.

Rep: mgrol136/ Red: Dwi Murdaningsih
Perubahan iklim (Ilustrasi)
Foto: PxHere
Perubahan iklim (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam analisis terbaru, peningkatan suhu global telah menggeser setidaknya dua kali jumlah air tawar dari daerah hangat menuju kutub bumi. Pada penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature, perubahan iklim ini telah menaikkan siklus air global sebesar 7,4 persen. 

Hasil ini berbeda dengan perkiraan model iklim sebelumnya yang hanya menaikkan sebesar 2 hingga 4 persen. Siklus air memperlihatkan pergerakan menguapnya air di Bumi, kemudian naik ke atmosfer, mendingin, dan mengembun menjadi hujan atau salju hingga jatuh lagi ke permukaan.

Baca Juga

“Ketika kita belajar tentang siklus air, secara tradisional kita menganggapnya sebagai proses yang tidak berubah yang terus-menerus mengisi dan mengisi kembali bendungan, danau, dan sumber air kita,” kata penulis utama studi tersebut, Taimoor Sohail dari University of New South Wales, dilansir dari grist.org.

Sudah lama para ilmuwan mengetahui bahwa naiknya suhu global dapat menaikkan siklus air global. Daerah subtropis yang kering cenderung menjadi lebih kering ketika air tawar bergerak menuju daerah basah.

Sohail menjelaskan bahwa volume air tawar tambahan yang telah berpindah ke kutub sebagai efek dari siklus air yang meningkat, akan jauh lebih besar dibandingkan yang disarankan model iklim sebelumnya.

Menurut para ilmuwan, diperkirakan antara tahun 1970 dan 2014 volume air tawar tambahan yang berpindah dari daerah yang lebih hangat adalah sekitar 46.000 hingga 77.000 kilometer kubik.

“Kami melihat siklus air yang lebih tinggi daripada yang kami harapkan, dan itu berarti kami harus bergerak lebih cepat menuju jalur emisi nol bersih.

Dalam penelitiannya, tim menggunakan salinitas laut sebagai proxy untuk melihat curah hujan. Hujan turun di lautan cenderung mengencerkan air sehingga menjadi kurang asin.

"Hal yang harus diperhitungkan oleh para peneliti adalah pencampuran air karena arus laut. Kami mengembangkan metode baru yang pada dasarnya melacak bagaimana lautan bergerak dengan mengacu pada penyegaran atau salinifikasi ini,” kata Sohail. 

Seorang ilmuwan yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, yaitu kepala penelitian di Pusat Ilmu Iklim CSIRO, Richard Matear mengatakan penelitian ini penting untuk meninjau kembali bagaimana pemanasan global mengubah sistem iklim, dan implikasinya terhadap hal-hal penting seperti siklus hidrologi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement