REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data satelit NASA telah menyoroti hubungan penting antara kelembaban rendah dan wabah flu di AS menurut para peneliti. Sebuah studi baru menghubungkan pengukuran uap air di atmosfer yang lebih rendah dari Atmospheric Infrared Sounder (AIRS) pada satelit Aqua NASA dengan flu.
Studi diterbitkan di jurnal GeoHealth, ditulis para ilmuwan dari University of Southern California dan Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA di Pasadena. Perkiraan kasus untuk setiap pekan dihitung dari 2003 hingga 2015 di 48 negara bagian AS yang berdekatan. Ini juga menggunakan perkiraan historis jumlah kasus influenza untuk memeriksa korelasi.
Para penulis menemukan bahwa, di setiap negara bagian, ada tingkat tertentu dari kelembaban rendah yang bisa menjadi sinyal ketika wabah flu sudah dekat. Ketika ambang batas dilampaui, peningkatan besar dalam kasus flu terjadi dalam jangka waktu rata-rata dua hingga tiga pekan.
Menurut rilis NASA, tingkat ambang kelembapan sangat paralel dengan iklim rata-rata setiap negara bagian. Negara-negara di Tenggara memiliki nilai ambang batas yang lebih tinggi daripada negara bagian kering di Barat atau Barat Daya.
"Kami menemukan nilai kelembapan yang tampaknya menandakan timbulnya influenza musiman berbeda di setiap negara bagian dan di negara bagian dengan kelembaban tahunan rata-rata yang lebih tinggi, nilai kelembaban yang 'menandakan' timbulnya musiman juga lebih tinggi," kata para penulis, seperti dilansir dari Fox News, Kamis (10/3/2022).
Selain itu, peneliti menemukan bahwa ada pola regional dalam hasil studi. Mereka mengatakan pekerjaan itu dapat meningkatkan pemahaman di seluruh negeri, baik tentang bagaimana kelembaban berdampak pada penularan virus influenza. Lalu bagaimana kelembaban dapat digunakan dalam model yang bertujuan untuk memprediksi wabah musiman.
Namun, penelitian ini tidak dirancang untuk menjawab mengapa kelembaban yang lebih rendah menyebabkan wabah flu. Menurut Pusat Pengendalian dan Pecegahan Penyakit AS (CDC), influenza adalah penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza yang menginfeksi hidung, tenggorokan, dan paru-paru.
Flu menginfeksi jutaan orang di AS setiap tahun dan sebuah studi agensi tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 8 persen populasi, rata-rata sakit karena flu setiap musim.