REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Covid-19 hingga saat ini masih menjadi pandemi, apalagi dengan adanya mutasi virus yang menyebabkan munculnya varian-varian baru dari Covid-19 yang lebih cepat menular.
Dengan munculnya varian Omicron, membuat upaya pencegahan penularan Covid-19 perlu ditingkatkan hingga level terkecil masyarakat melalui penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro posko desa atau kelurahan.
"Selanjutnya, pemerintah daerah juga perlu kembali menegakkan protokol kesehatan sesuai dengan level PPKM di daerah masing-masing demi menekan laju kasus," ungkap Koordinator Sistem Informasi Unsoed Ir. Alief Einstein, M.Hum. dalam rilis yang diterima Republika, Jumat (4/3/22).
Ahli Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Unsoed dr Nia Krisniawati,Sp.MK. memaparkan dampak varian Omicron.
1. Dampak terhadap insidensi penyakit
Omicron terus menyebar secara global dan telah diidentifikasi di sebagian besar negara di enam wilayah WHO. Secara global, selama pekan 14 hingga 20 Februari 2022, jumlah kasus baru Covid-19 turun 21 persen dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Jumlah kasus kematian menunjukkan tren menurun (8 persen).
"Penting untuk dicatat bahwa tren ini mungkin disebabkan karena penurunan tes diagnostik Covid-19 secara keseluruhan yang dipengaruhi oleh perubahan kebijakan ditiap negara," kata anggota PAMKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Indonesia) dr Nia Krisniawati,Sp.MK.
2. Dampak terhadap transmisi (penularan)
Analisis berdasarkan metode yang digunakan oleh Campbell et al, dan yang berfokus pada negara-negara dengan data genom sekuensing yang diunggah ke GISAID (Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data) pada 18 Februari, menemukan keunggulan tingkat replikasi (tingkat pertumbuhan) Omicron dibandingkan Delta di semua negara.
Tingkat reinfeksi (infeksi berulang) dilaporkan lebih tinggi pada Omicron dibandingkan dengan Delta: 13,6 persen vs 10,1 persen di United Kingdom, dan 31 persen vs 21 persen di Denmark.
Peneliti di China, Hong Kong SAR menemukan bahwa Omicron memiliki tropisme yang lebih tinggi di jaringan bronkus dibandingkan dengan paru-paru. Di United Kingdom, Omicron ditemukan lebih cepat menginfeksi saluran pernapasan bagian atas daripada Delta dan menghasilkan titer sekitar 100 kali lipat lebih tinggi.
Dua penelitian yang dilakukan di Afrika Selatan melaporkan Omicron mampu menghindari kekebalan yang diperoleh dari vaksin maupun kekebalan dari infeksi sebelumnya. Hal ini juga bisa menjadi faktor yang berkontribusi pada tingkat pertumbuhan Omicron yang lebih tinggi dibandingkan dengan Delta.
3. Dampak pada keparahan penyakit
Hasil analisis dari konsultasi medis dan rawat inap baru-baru ini, Omicron secara konsisten ditemukan terkait dengan tingkat beratnya penyakit, lebih ringan dibandingkan dengan Delta di seluruh studi yang dilakukan di Inggris, Amerika Serikat, Kanada dan Afrika Selatan.
4. Dampak pada infeksi berulang
Data awal Omicron pada individu yang sebelumnya terinfeksi SARS-CoV-2 sejak awal pandemi menunjukkan peningkatan jumlah infeksi berulang di Denmark dan Israel. Risiko infeksi berulang lebih tinggi pada Omicron dibandingkan dengan varian SARS-CoV-2 lainnya dengan risiko yang bahkan lebih tinggi, dari data yang dilaporkan di seluruh Inggris.
5. Dampak pada vaksinasi
Hasil studi efektivitas vaksin (VE) sulit untuk ditafsirkan, dan perkiraan bervariasi tergantung dengan jenis vaksin yang diberikan, jumlah dosis dan penjadwalan (pemberian berurutan dari vaksin yang berbeda). Studi yang dilakukan di Inggris dan Amerika Serikat melaporkan efektivitas vaksin mencapai 60-75 persen terhadap infeksi simptomatik (bergejala) dengan Omicron.
6. Dampak pada respons antibodi dan imunitas seluler
Analisis data netralisasi (kemampuan antibodi menetralisir SARS-CoV-2) dari 23 laboratorium menemukan pengurangan 20 kali lipat dalam netralisasi terkait dengan varian Omicron pada individu yang tidak divaksinasi, yang sebelumnya terinfeksi atau individu yang telah menerima dua dosis vaksin. Sedangkan serum dari individu yang divaksinasi dengan infeksi sebelumnya atau individu yang telah menerima tiga dosis vaksin menunjukkan pengurangan kemampuan netralisasi sebanyak tujuh kali lipat.
Respon humoral yang berkurang ini dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi ulang. Sebaliknya, studi tentang imunitas seluler menunjukkan hasil yang baik respons yang dipertahankan (70-80 persen dari respons CD4+ dan CD8+) yang dapat dikaitkan dengan penurunan risiko keparahan penyakit.
7. Dampak pada tes PCR
Terlepas dari garis keturunan BA.2, semua varian turunan Omicron memiliki delesi asam amino 69-70 dalam gen S (Spike) yang bertanggung jawab atas kegagalan pengenalan target gen-S (SGTF: S Gene Target Failure). Evaluasi tes PCR untuk SARS-CoV-2 yang mencakup beberapa target gen mengungkapkan dampak terbatas untuk mendeteksi varian Omicron pada akurasi tes diagnostik tes ini.
8. Dampak pada tes diagnostik cepat (Rapid Test)
Data awal menunjukkan hasil yang kontradiktif, dimana beberapa menunjukkan bahwa Ag-RDT (Rapid antigen) memiliki sensitivitas yang sama terhadap Omicron dengan virus tipe liar atau VOC (Varian of Concern) atau varian yang diwaspadai lainnya, sementara penelitian lain menemukan perbedaan variabilitas dalam kinerja tes ini dan hal ini juga ditemukan pada penelitian terbaru.
9. Dampak pada antivirus
Data awal dari beberapa penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam efektivitas agen antivirus terhadap Omicron
10. Dampak pada biologi
Menurut dr Nia Krisniawati,Sp.MK. yang juga alumni Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran UNDIP bahwa studi tentang efektivitas antibodi monoklonal untuk mengobati pasien dengan Omicron melaporkan bahwa aktivitas penetralan tetap bertahan lama pada tiga antibodi monoklonal (sotrovimab, S2X259 dan S2H97) dan terdapat pengurangan efektivitas antibodi monoklonal lainnya (Planas 2021, VanBlargan 2021, Cameroni 2021, Wilhelm 2021, Roche 2021).