Kamis 17 Feb 2022 14:10 WIB

Terbukti Manjur untuk Pengobatan, Ini Langkah Indonesia Majukan Riset Sel Punca

BRIN mencoba menciptakan ekosistem riset sel punca.

Sel Punca. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Sel Punca. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pengidap leukimia di AS menjadi perempuan pertama yang disembuhkan dari infeksi HIV. Dia menjalani terapi sel punca yang diambil dari sisa darah tali pusat. 

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong akselerasi riset sel punca (stem cell) untuk pengobatan di Tanah Air. "Peran BRIN saat ini adalah mengakselerasi riset dan inovasi sel punca di Indonesia, yaitu dengan menciptakan ekosistem riset yang membuat seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) bisa tumbuh," kata Pelaksana tugas Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati BRIN Iman Hidayat.

Baca Juga

Iman mengatakan jika ekosistem riset sel punca untuk pengobatan terbangun dan bangkit, dan seluruh pemangku kepentingan terfasilitasi, maka diharapkan akan muncul inovasi-inovasi unggul di bidang kesehatan. Pria lulusan dari Chiang Mai University di Thailand itu menuturkan sel punca sudah dibicarakan sejak 10 tahun yang lalu sebagai pengobatan masa depan.

Namun, penggunaan terapi sel punca dalam dunia kesehatan di Indonesia masih sangat minim. Begitu juga pengembangan dan risetnya yang masih belum banyak dilakukan.

Meski demikian, menurut Iman, masih terbuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat daya saing dalam penelitian sel punca. Iman menuturkan ada beberapa tantangan yang menghambat pengembangan sel punca di Indonesia. Salah satunya adalah terapi biaya pengobatan sel punca saat ini masih sangat mahal.

Terapi sel punca menjadi mahal karena bahan baku lebih dari 95 persen impor, sehingga masih sangat jarang digunakan oleh masyarakat. Selain itu, kesiapan rumah sakit dan klinik untuk melakukan terapi sel punca masih terbatas. Rumah sakit atau klinik harus memiliki fasilitas instalasi sel punca, bank sel punca, laboratorium riset terpadu, hingga tenaga medis di bidang sel punca.

Selain itu, biaya riset sel punca juga sangat mahal. Riset di berbagai institusi belum banyak mengarah ke arah riset terapan. BRIN memfasilitasi dan menyediakan dana dan infrastruktur untuk meningkatkan riset dan inovasi di Tanah Air termasuk untuk menumbuhkan pembangunan kapasitas di bidang sel punca di Indonesia.

BRIN telah membentuk Organisasi Riset Kesehatan dengan tujuh pusat riset di bawahnya untuk memfasilitasi periset dalam bidang kesehatan. BRIN juga sudah menyiapkan pendanaan rumah program obat dan vaksin sebesar Rp 20 miliar, pengobatan presisi dan regeneratif Rp 20 miliar, dan penyakit infeksi Rp 10 miliar. BRIN juga memiliki pendanaan untuk uji klinis dan praklinis yang dialokasikan sebesar Rp 350 miliar.

 

sumber : antara/ DW
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement