Dalam wawancaranya dengan Medical News Today, profesor informatika biomedis di School of Medicine di Case Western Reserve University sekaligus penulis studi baru tersebut, Rong Xu, mencatat bahwa tim peneliti membandingkan penerima kedua vaksin ini seraya memperhitungkan faktor risiko pasien. Waktu persetujuan dan waktu vaksinasinya juga berbeda.
"Saya pikir, perbedaan yang melekat pada kedua vaksin ini mungkin sebagian menjelaskan perbedaan yang diamati pada infeksi terobosan dan rawat inap," ujar Xu.
Menurut Xu, kedua vaksin akan terus efektif melawan varian omicron dari SARS-CoV-2. Ia berspekulasi bahwa vaksin Pfizer dan Moderna tetap efektif mencegah hasil klinis parah yang terkait dengan infeksi varian omicron.
Sebab, penelitian menunjukkan vaksin dapat memicu produksi sel T imunitas. Hal itu mungkin menawarkan perlindungan terhadap omicron.
"Kami akan melakukan penelitian serupa untuk infeksi (SARS-CoV-2) terkait omicron," kata Xu.
Profesor peneliti Arline and Curtis Garvin di Pusat Integrasi Kesehatan Masyarakat dan salah satu penulis penelitian ini, Pamela B Davis menyoroti bahwa meskipun ada perbedaan dalam infeksi terobosan, kedua vaksin sangat protektif terhadap SARS-CoV-2. Vaksin Pfizer dan Moderna manjur untuk menghindari orang dari konsekuensi infeksi yang paling parah.
"Studi lebih lanjut diperlukan untuk menilai hasil dosis booster dan juga perlindungan yang diberikan, terutama pada populasi yang rentan oleh vaksin," ujar Xu.