Selasa 21 Dec 2021 13:54 WIB

Elon Musk Ingin Ubah Karbon Dioksida Jadi Bahan Bakar Roket

Saat ini, bahan bakar roket dan metana berasal dari bahan bakar fosil di dalam tanah.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
Elon Musk, Miliader sekaligus CEO SpaceX Elon Musk mengumumkan pada awal bulan ini, SpaceX akan mulai membuat bahan bakar roket dari karbon dioksida (CO2).
Foto: space.com
Elon Musk, Miliader sekaligus CEO SpaceX Elon Musk mengumumkan pada awal bulan ini, SpaceX akan mulai membuat bahan bakar roket dari karbon dioksida (CO2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Miliader sekaligus CEO SpaceX Elon Musk mengumumkan pada awal bulan ini, SpaceX akan mulai membuat bahan bakar roket dari karbon dioksida (CO2). Menurut Badan Perlindungan Amerika Serikat, dari data 2019, karbon dioksida merupakan gas tidak berwarna yang menyumbang hingga 80 persen dari emisi gas rumah kaca bumi.

Mengingat bahwa atmosfer di Mars terdiri dari 95 persen karbon dioksida, kemungkinan Musk telah mengambil langkah ini untuk mempersiapkan perjalanan pulang yang panjang dari Mars. Namun, prosesnya juga bisa menjadi kabar baik bagi bumi jika CO2 bisa digunakan sebagian dari kelebihan pasokan di bumi.

Baca Juga

Perusahaan rintisan New York Air Company sudah dalam bisnis mengubah CO2 menjadi produk yang dapat digunakan dalam proses karbon-netral sehingga konsep tersebut memiliki beberapa preseden. “Saat ini, hidrokarbon yang membentuk RP-1 (campuran bahan bakar roket) dan metana berasal dari bahan bakar fosil di dalam tanah. Kami membuat hidrokarbon tersebut menggunakan CO2 dari udara sebagai gantinya,” kata Pendiri dan Kepala Petugas Teknologi Air Company, Stafford Sheehan.

Ahli Kimia di Laboratorium Nasional Argonne yang berbasis di Lemont, Illinois, Di-Jia Liu mengtakan CO2 berada di bagian bawah energi sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan bakar. Namun, melalui elektrokatalis, CO2 dapat diubah menjadi hidrokarbon, seperti etanol.

“Caranya adalah menggabungkan atom karbon dalam CO2 dan atom hidrogen dalam air,” kata Liu.

Di luar angkasa, Liu menjelaskan proses tersebut mudah karena untuk membuat listrik tenaga surya membutuhkan sinar matahari yang berlimpah dan relatif tidak terhalang. Kondisi ini berbeda jauh di bumi.

Untuk alasan ini, Air Company menggunakan listrik terbarukan. “Pertama, kami menggunakan listrik terbarukan untuk memisahkan air menjadi gas hidrogen dan oksigen dalam elektroliser,” ujar Sheehan.

Kemudian gas hidrogen dan CO2 yang ditangkap dicampur bersama dalam sistem reaktor yang mengandung katalis. Tergantung pada katalis yang digunakan, proses ini dapat membuat RP-1, metana, atau alkohol.

Dilansir Popular Mechanics, Selasa (21/12), Sheehan menjelaskan untuk bahan bakar roket khusus berbasis CO2 digunakan dalam peluncuran roket, pihaknya akan mencegah 715 ton CO2 terlepas ke atmosfer. Dia telah menerbitkan penelitian yang menjelaskan cara teknologi Air Company dapat bekerja di atmosfer Mars yang kaya CO2. 

Dalam makalah itu, Sheehan secara khusus mengutip cara keterbatasan lingkungan di Mars dapat membantu menyeret perilaku CO2 bumi ke masa depan yang lebih bersih dan lebih terbarukan.

“Konsep ini dibangun di atas kemajuan terkini,” ucap Liu.

Liu menunjukkan bahwa teknologi tersebut dapat memungkinkan penjelajah luar angkasa yang transit untuk mendaur ulang CO2 mereka sendiri secara nyata dalam perjalanan jauh.

“Perjalanan luar angkasa dari bumi ke Mars memakan waktu sekitar tujuh bulan. Untuk misi manusia, bayangkan berapa banyak CO2 yang akan dihasilkan di sepanjang jalan,” tambahnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement